POLUSI UDARA - JAKARTA. Pengamat kebijakan publik dari Universitas Indonesia, Lisman Manurung, menyatakan bahwa PLTU Suralaya bukan penyebab utama pencemaran udara di Jakarta, meskipun beberapa pembangkit telah ditutup.
Data dari IQAir menunjukkan bahwa tidak ada perubahan signifikan pada kualitas udara sejak 29 Agustus, meski empat unit PLTU Suralaya telah dimatikan.
"Ini membuktikan bahwa bukanlah PLTU Suralaya yang menjadi penyebab seperti yang dituduhkan. Saya pikir solusinya harus holistik," ujarnya dalam keterangannya.
Manurung mengemukakan bahwa solusi yang diperlukan harus holistik dan perubahan iklim terjadi akibat ulah manusia, bukan merupakan peristiwa alami.
Baca Juga: Penutupan PLTU Privat dan Pemberian Listrik Murah Bagi Industri Sedang Dikaji
Ia menambahkan perlunya perubahan pola mobilitas dan aktivitas masyarakat, termasuk meningkatkan jumlah pejalan kaki dan menerapkan kebijakan WFH. Pantauan dari IQAir juga menunjukkan adanya perbaikan kualitas udara saat penerapan rekayasa lalu lintas dan WFH bagi ASN.
Lisman menegaskan bahwa saat ini mayoritas emisi gas karbon di ibu kota berasal dari kendaraan pribadi, termasuk mobil dan sepeda motor. Porsinya bahkan mencapai 90% dari total polutan di Jakarta saat ini.
Dia memberikan contoh, di Jakarta saja, terdapat 16,2 juta sepeda motor. Dari 20 unit sepeda motor, emisi gas karbonnya setara dengan 1 unit transportasi umum seperti TransJakarta. Padahal dengan 20 unit sepeda motor, jumlah penggunanya hanya 20 hingga 30 orang.
Sementara itu, TransJakarta dapat menampung 80 hingga 100 orang. Menurutnya, penggunaan transportasi umum seharusnya dapat mengurangi polusi udara. Namun, sektor transportasi tetap menjadi penyumbang emisi terbesar dengan kontribusi 44% polutan.
Baca Juga: Kualitas Udara Jakarta Masih Buruk Meskipun PLTU Mati Sementara
"Selanjutnya, peralihan ke kendaraan listrik di Indonesia tampaknya berlangsung dengan lambat. Bandingkan dengan Paris, di mana insentif penggunaan kendaraan listrik dengan kredit tanpa bunga untuk mahasiswa telah diberlakukan sejak 15 tahun lalu," katanya.
Tidak hanya beralih ke kendaraan listrik, Lisman juga menekankan pentingnya peran moda transportasi publik dalam mengurangi polusi udara. "Armada harus beroperasi sepanjang hari agar kebutuhan transportasi masyarakat dapat terpenuhi tanpa menunggu lama."
Lisman juga mengimbau perlunya pemulihan sistem pengaturan ride hailing seperti dulu, agar jasa angkutan daring, baik mobil atau motor, kembali menjadi industri yang dinamis, di mana frekuensi penggunaan mobil dan sepeda motor oleh mitra pengemudi dapat ditingkatkan secara signifikan.
Baca Juga: Tempat Uji Emisi Gratis Jakarta, Bekasi, Tangerang, Depok, Datangi SPBU Pertamina Ini
"Saat ini, jutaan sepeda motor hanya digunakan 3 jam per hari. Bandingkan dengan ojek daring yang dapat meningkatkan durasi penggunaan sebuah sepeda motor," pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News