JAKARTA. Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta Triwisaksana mengatakan bahwa anggota DPRD DKI dari empat fraksi akan melakukan boikot rapat bersama SKPD hingga ada keputusan resmi dari Kemendagri atas aktifnya Basuki Tjahaja Purnama sebagai Gubernur DKI.
Triwisaksana mengatakan keputusan resmi tersebut harus berupa pernyataan tertulis.
"Jadi dari Mendagri itu baru turun surat pemberhetian plt (pelaksana tugas) gubernur (Sumarsono), tapi belum ada surat putusan pengaktifan (Ahok) kembali. Jadi yang kami minta dari Mendagri adalah surat tertulis terkait dengan status Ahok sebagai gubernur," ujar Sani, sapaan Triwisaksana, di Gedung DPRD DKI Jakarta, Jalan Kebon Sirih, Jumat (17/2).
Sani mengatakan surat tersebut akan menjadi dasar hukum yang dipegang DPRD DKI dalam melakukan rapat bersama satuan kerja perangkat daerah (SKPD) Provinsi DKI Jakarta.
Politisi PKS itu mengatakan, surat resmi dari Kemendagri terkait aktifnya Ahok sebagai Gubernur DKI berfungsi untuk menghindari perselisihan atau cacat hukum terkait kebijakan yang diambil Pemprov DKI di kemudian hari.
Sani mengatakan DPRD DKI akan menerima jika Kemendagri menyatakan Ahok kembali aktif sebagai gubernur, tapi dia minta keputusan itu harus berbentuk pernyataan tertulis.
"Kalau ada surat tertulisnya maka kami akan ikuti aturan. Nanti tanggung jawabnya ada di Menteri Dalam Negeri," ujar Sani.
Sani berharap Kemendagri segera merespons masalah ini. Kata dia, DPRD DKI juga ingin roda pemerintahan terus berjalan lancar tapi harus tetap memerhatikan aturan yang berlaku.
Adapun, kata Sani, beberapa rapat yang terhambat akibat aksi boikot ini adalah rapat komisi dengan SKPD dan rapat evaluasi APBD DKI 2016.
Empat fraksi di DPRD DKI, yakni Fraksi Gerindra, PPP, PKS, dan PKB mempermasalahkan pengaktifan Ahok sebagai gubernur. Hal ini karena Ahok berstatus terdakwa dalam kasus dugaan penodaan agama.
Seharusnya, gubernur terdakwa diberhentikan sementara namun Kemendagri belum bisa memberhentikan sementara Ahok karena dia didakwa dengan dakwaan alternatif yaitu Pasal 156 huruf a KUHP atau Pasal 156 KUHP.
Pasal 156 KUHP mengatur ancaman pidana penjara paling lama empat tahun. Sementara Pasal 156a KUHP mengatur ancaman pidana paling lama lima tahun. Akibatnya, Kemendagri memilih menunggu tuntutan jaksa atas kasus itu keluar.
Ahok akan kembali dinonaktifkan jika tuntutan hukumannya lebih dari lima tahun. Namun, jika kurang dari lima tahun, Ahok akan tetap menjabat sebagai Gubernur DKI. (Jessi Carina)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News