"Jadi, harus ada surat keterangan atau bukti pendukung lain yang dapat dipertanggungjawabkan," tutur Irvan.
Pemkot Surabaya mengatur sanksi apabila warga melanggar ketentuan tersebut. Terdapat tiga poin yang mengatur sanksi adminitratif dalam perubahan Perwali tentang Pedoman Tatanan Normal Baru, yakni, teguran lisan, teguran tertulis, dan paksaan pemerintah.
Paksaan pemerintah ini meliputi penyitaan KTP, pembubaran kerumunan, dan penutupan sementara izin usaha dan sebagainya.
Baca Juga: Transaksi non-tunai di SPBU Surabaya meningkat lima kali lipat
"Paksaan pemerintah lainnya berupa sanksi sosial, antara lain push up, joget, memberi makan ODGJ (Orang Dengan Gangguan Jiwa) di Liponsos (Lingkungan Pondok Sosial)," kata Irvan.
Pembatasan aktivitas di luar rumah pada malam hari ini pernah dierapkan saat pelaksaan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di Surabaya, akhir April lalu.
Sebelumnya diberitakan, aturan jam malam di Surabaya kembali diterapkan karena mendapat rekomendasi Perhimpunan Sarjana dan Profesional Kesehatan Masyarakat Indonesia (Persakmi).
Irvan menyebut, Persakmi telah membuat kajian kesehatan dan keamanan pembukaan kembali tempat hiburan di Kota Surabaya. Atas rekomendasi itu, tempat rekreasi hiburan umum (RHU) atau hiburan malam di Surabaya, seperti karaoke, spa, bioskop dan sebagainya akan dilarang untuk beroperasi.