KELAPA SAWIT - BALI. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyampaikan, berbeda dengan negara-negara lain, pada 2022–2023 negara-negara ASEAN-5 diproyeksikan tidak akan mengalami resesi.
Lebih lanjut, ASEAN-5 justru menikmati pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi disertai dengan tingkat inflasi yang relatif moderat.
Kondisi tersebut memungkinkan peningkatan konsumsi minyak sawit di kawasan ini baik untuk oleofood maupun melalui ekspansi domestik, dan untuk substitusi bahan bakar fosil maupun petrokimia yang semakin mahal secara global.
Oleofood adalah industri yang mengolah output dari industri hulu (CPO) menjadi produk pangan.
Kemudian adanya kenaikan harga minyak mentah pada 2022-2024 menyebabkan produk turunan seperti petrokimia menjadi lebih mahal.
Baca Juga: Gapki: Program B40 Bisa Jaga Stabilitas Harga Sawit di Dalam Negeri
“Oleh karena itu, upaya substitusi bahan bakar fosil dengan biodiesel sawit, green fuel lainnya, dan petrokimia dengan oleokimia berbasis sawit merupakan strategi yang akan membuat industri sawit lebih layak di tengah krisis," kata Airlangga dalam Indonesia Palm Oil Conference (IPOC) 2022, Kamis (3/11).
Industri minyak sawit global merupakan bagian integral dari ekonomi global sekaligus berperan penting dalam perekonomian nasional. Untuk itu, Indonesia yang merupakan negara eksportir Crude Palm Oil (CPO) terbesar di dunia, selama ini terlibat aktif mendorong inisiatif global untuk menguatkan rantai pasok minyak nabati yang berkelanjutan.
Adapun hingga tahun 2022, Indonesia masih menerapkan B30. Dimana saat ini Harga Indeks Pasar (HIP) Biodiesel lebih rendah daripada HIP Solar.
Airlangga juga menyampaikan bahwa, peluang untuk meningkatkan dan memperluas substitusi bahan bakar fosil dan petrokimia di kawasan ASEAN sangat potensial. Hal tersebut berkaca pada keberadaan CPOPC (CPO Producer Countries), yakni Indonesia dan Malaysia.
Baca Juga: Wapres Berharap Ratifikasi Indonesia-PEA CEPA Segera Tuntas
"Indonesia dan Malaysia yang mana jadi dua negara yang menjadi produsen terbesar dari minyak sawit di pasar global," imbuhnya.
Dimana Indonesia mampu memproduksi 40% dari total minyak nabati dunia. Komoditas kelapa sawit sendiri jauh lebih unggul dibandingkan komoditas pesaing minyak nabati lainnya, lantaran memiliki produktivitas lebih tinggi dengan menggunakan lahan yang lebih sedikit.