JAMBI. Kepala Dinas Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Jambi, Gamal Husin, mengatakan, banyak perusahaan batubara di daerah ini tidak beroperasi. Penyebabnya, terpuruknya harga batubara yang tidak sebanding dengan ongkos operasional.
"Terpuruknya harga dipasaran itu membuat sejumlah perusahaan batubara tidak lagi melakukan aktivitas," katanya di Jambi, Kamis (6/8).
Harga batubara sejak beberapa tahun terakhir hanya di kisaran Rp 268.000 hingga Rp 300.000 per ton. Sementara normalnya harga batubara itu Rp 900.000 sampai Rp 1 juta per ton.
Dari sebanyak 77 perusahaan batubara yang telah dinyatakan 'clean and clear' di Provinsi Jambi, kata Gamal hanya 11 perusahaan beraktivitas. Sedangkan puluhan lainnya hanya melakukan penumpukan, menunggu harga batubara kembali normal.
"Hanya 11 perusahaan yang beroperasi, itu karena perusahaan tersebut memiliki market yang jelas, misal untuk suplai PLTU maupun PLTG," katanya menjelaskan. Gamal menyakini jika harga sudah normal kembali dan punya pasar yang jelas, perusahaan-perusahaan yang berhenti operasi itu akan kembali beraktivitas.
Karena itu, royalti yang diterima Pemprov Jambi juga merosot drastis. Biasanya, royalti yang diterima Pemprov Jambi sebesar Rp 86 miliar per tahun.
Namun dengan terpuruknya harga batubara, pemprov Jambi hanya menerima emas hitam tersebut, Pemprov Jambi hanya menerima sebesar Rp20 miliar - Rp 30 miliar. Itu telah terjadi sejak 2013, seiring dengna penurunan harga minyak mentah dunia yang kini telah bertengger di bawah US$ 50 per barel.
Pemerintah Provinsi Jambi sebelumnya juga telah mencabut izin sebanyak 212 dari 322 Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang dikeluarkan. Ratusan perusahaan tersebut tidak memenuhi kategori non 'clean and clear'. (Dodi Saputra)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News