BI: Kabut asap pengaruhi pertumbuhan ekonomi Riau

Selasa, 27 Oktober 2015 | 14:50 WIB Sumber: Antara
BI: Kabut asap pengaruhi pertumbuhan ekonomi Riau


JAKARTA. Bank Indonesia memprediksi kabut asap kebakaran lahan dan hutan yang berkepanjangan akan berimbas negatif terhadap pertumbuhan ekonomi Provinsi Riau pada 2015.

"Kabut asap dikhawatirkan akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi karena saat ini pertumbuhan ditopang oleh konsumsi rumah tangga dan pemerintahan, namun ternyata situasi asap membuat aktivitas masyarakat menurun," kata Deputi Kepala Perwakilan Kantor Bank Indonesia (BI) Provinsi Riau, Irwan Mulawarman, di Pekanbaru, Selasa (27/10).

Ia mengatakan, pertumbuhan ekonomi Riau hingga kini terus mengalami tren negatif karena pengaruh ekonomi global dan rendahnya penyerapan anggaran belanja daerah.

Pertumbuhan ekonomi triwulan I-2015 mengalami negatif pada -0,06%, dan berlanjut pada triwulan II sebesar -0,64%.

Tren negatif kemungkinan akan berlanjut karena pengaruh kabut asap yang sudah menyelimuti Riau selama sekitar tiga bulan terakhir.

"Kita semua berharap bencana asap ini segera berakhir," katanya.

Ia mengatakan, BI Riau merekomendasikan agar pemerintah melakukan penanggulangan bencana asap berbasis manajemen risiko, termasuk upaya memitigasi risiko kepada masyarakat, baik untuk kegiatan pencegahan maupun penanggulangan bencana asap.

Saat ini, indikator untuk penentuan kondisi darurat asap masih sering menjadi bahan perdebatan, katanya.

"Selain itu perlu ditingkatkan kampanye dan sosialisasi mengenai pembakaran lahan beserta dampaknya kepada masyarakat," katanya.

Kemudian BI juga merekomendasikan perlunya peninjauan kembali Undang-Undang No 32 tahun 2009 pasal 69 ayat 2 tentang Lingkungan Hidup.

"Di mana pembakaran lahan diperkenankan untuk lahan dua hektare dukup hanya izin kepada camat, kami rasa itu perlu dievaluasi untuk mengurangi pembakaran," katanya.

BI kemudian mengharapkan agar PT Angkasa Pura II selaku otoritas Bandara Sultan Syarif Kasim II Pekanbaru menempatkan sistem instrumen pendaratan yang lebih canggih sehingga pesawat tetap bisa mendarat, meski jarak pandang sangat rendah.

Hal ini merupakan solusi untuk mengatasi masalah jarak pandang yang kerap membuat aktivitas bandara lumpuk akibat kabut asap.

"Selain itu, BI juga merekomendasikan kepada perbankan untuk meninjau kembali pendendaan terhadap keterlambatan pengiriman billing statement dan apakah ada perlakuan khusus kepada debitur yang terimbas bencana asap," kata Irwan.

Sebelumnya, BI melakukan survei cepat yang hasilnya menyatakan kabut asap kebakaran lahan dan hutan di Provinsi Riau berdampak negatif luar biasa terhadap perekonomian daerah, khususnya kepada tujuh sektor usaha yang terkena imbas langsung.

Tujuh sektor tersebut antara lain sektor transportasi, sektor jasa pengiriman, serta sektor perdagangan, penyedia akomodasi jasa makan dan minuman.

Kemudian sektor jasa pendidikan dan kesehatan, sektor perkebunan, konstruksi dan properti, dan sektor perbankan.

Kerugian paling besar ada pada sektor transportasi dan jasa pengiriman.

Terhadap sektor transportasi, Irwan menjelaskan kabut asap menyebabkan terganggunya aktivitas Bandara Sultan Syarif Kasim (SSK) II Pekanbaru bahkan beberapa kali aktivitas penerbangan lumpuh.

Akibatnya, penyedia jasa penerbangan mengalami penurunan omzet mencapai lebih dari 50% pada bulan September dibandingkan periode yang sama pada tahun lalu (y-o-y).

"Atau diperkirakan penurunan omzet lebih dari Rp 200 miliar untuk penjualan tiket pesawat selama September 2015, dan lebih dari Rp 1,5 miliar untuk operasional Bandara, belum termasuk handling fee dan jasa lainnya yang terkait. Berlanjutnya kondisi asap sampai dengan bulan Oktober diperkirakan menurunkan omzet lebih dari 60%," katanya.

Kemudian sektor jasa pengiriman telah terjadi terganggunya pengiriman barang dari dan menuju Riau sehingga berdampak terhadap penurunan omzet jasa pengiriman barang mencapai 90%.

"Hal tersebut didorong oleh meningkatnya biaya distribusi sekitar 60 persen, akibat pengalihan rute pengiriman barang melalui Padang, Provinsi Sumatera Barat. Selain itu, ditambah komplain penalti atas keterlambatan pengiriman barang terutama produk makanan dan obat-obatan, serta penalti atas pengiriman atau billing statement perbankan," kata Irwan.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Havid Vebri
Terbaru