Bagaimana gelombang panas terjadi?
Pelaksana tugas Deputi Bidang Klimatologi, Urip Haryoko mengatakan, kondisi suhu panas dan terik tidak bisa selalu dikatakan sebagai atau akibat dari gelombang panas.
Gelombang panas, umumnya terjadi berkaitan dengan berkembangnya pola cuaca sistem tekanan atmosfer tinggi di suatu area secara persisten dalam beberapa hari.
Dalam sistem tekanan tinggi tersebut, terjadi pergerakan udara dari atmosfer bagian atas menuju permukaan (subsidensi) sehingga termampatkan dan suhunya meningkat.
Pusat tekanan atmosfer tinggi ini menyulitkan aliran udara dari daerah lain masuk ke area tersebut. Semakin lama sistem tekanan tinggi ini berkembang di suatu area, semakin meningkat panas di area tersebut, dan semakin sulit awan tumbuh di wilayah tersebut.
Selain itu, gelombang panas hanya terjadi pada wilayah yang terletak pada lintang menengah dan tinggi, sehingga tidak mungkin terjadi di wilayah Indonesia yang terletak di wilayah ekuator.
Baca Juga: Gempa Magnitudo 4,6 Guncang Banjar dan Garut
Gelombang panas dalam ilmu cuaca dan iklim didefinisikan sebagai periode cuaca (suhu) panas yang tidak biasa, yang biasanya berlangsung setidaknya lima hari berturut-turut atau lebih (sesuai batasan Badan Meteorologi Dunia atau WMO) disertai oleh kelembapan udara yang tinggi.
Untuk dianggap sebagai gelombang panas, suatu lokasi harus mencatat suhu maksimum harian melebihi ambang batas statistik. Misalnya 5 derajat celcius lebih panas, dari rata-rata klimatologis suhu maksimum, dan setidaknya telah berlangsung dalam lima hari berturut-turut.
"Apabila suhu maksimum tersebut terjadi dalam rentang rata-ratanya dan tidak berlangsung lama, maka tidak dikatakan sebagai gelombang panas," jelas Urip dalam pemberitaan Kompas.com, 16 Oktober 2021.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Cuaca Panas Terik di Indonesia Bukan Gelombang Panas, Ini Penjelasan BMKG"
Penulis : Ellyvon Pranita
Editor : Bestari Kumala Dewi
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News