KUDUS. Sejumlah buruh rokok di Kabupaten Kudus, Jawa Tengah, mengaku senang mendapatkan informasi bahwa harga jual rokok tidak jadi naik karena kenaikan harga rokok bisa menimbulkan pemutusan hubungan kerja (PHK).
"Saat mendengar isu harga rokok akan dinaikkan menjadi Rp50 ribu per bungkus, saya memang sempat khawatir karena dampaknya tentu PHK massal," kata Siti Komsah, buruh rokok PT Djarum yang bertugas di tempat produksi rokok sigaret kretek tangan (SKT) Karangbener, Bae, Kudus, Rabu (24/8).
Dengan adanya kenaikan harga rokok yang relatif cukup tinggi, dia memprediksi permintaan rokok di pasaran akan turun. Apabila hal itu terjadi, tingkat produksi rokok di tempatnya bekerja tentu akan menyesuaikan permintaan.
Penurunan produksi tersebut, lanjut dia, nantinya juga berdampak pada pengurangan jumlah pekerja.
Jika harus beralih profesi, dia mengaku kesulitan karena sejak 16 tahun yang lalu dirinya hanya berpengalaman bekerja di sektor rokok. "Beruntung, isu kenaikan harga rokok hingga Rp50 ribu per bungkus tidak terealisasi," katanya.
Hal itu, lanjut dia, diperkuat dengan kunjungan Bupati Kudus Musthofa ke tempat kerjanya yang menginformasikan bahwa hingga kini belum ada keputusan apa pun dari pemerintah soal kenaikan harga rokok menjadi Rp50 ribu per bungkus.
Triyani, buruh rokok lainnya, mengaku gembira karena tidak ada kenaikan harga rokok yang cukup fantastis.
"Saya juga mengapresiasi kehadiran Bupati Kudus Musthofa karena menjadi bukti ikut memikirkan nasib buruh rokok," ujarnya.