Menurutnya, jika kondisi sudah membaik maka hotel dan restoran itu akan beroperasi kembali. "Mereka lihat situasi dan kondisi, jadi ibaratnya ambil nafas dulu," imbuhnya.
Sementara saat ini tercatat sebanyak 172 hotel dan restoran di Yogyakarta yang masih beroperasi. Tapi kemampuan dana yang dimiliki diperkirakan hanya cukup untuk 3 bulan ke depan. "Masih beroperasi tapi nafasnya sudah terengah-engah," kata Deddy.
Ia mengatakan, kondisi yang dialami sektor hotel dan restoran tak lepas dari kebijakan pembatasan yang diterapkan pemerintah sepanjang pandemi. Terutama kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) wilayah Jawa-Bali.
Baca Juga: Dampak PPKM, okupansi Eastparc Hotel tercatat hanya 30%
Pembatasan membuat pergerakkan masyarakat menjadi rendah, sehingga tingkat kunjungan ke hotel dan restoran pun semakin turun. Kondisi ini sangat terasa di Yogyakarta yang merupakan salah satu kota wisata di Indonesia.
Seperti diketahui kebijakan PPKM Jawa-Bali berlangsung mulai 11 Januari-8 Februari 2021. Kebijakan ini sudah diterapkan dua jilid yakni 11- 25 Januari 2021 dan 25 Januari-8 Februari 2021. Deddy mengatakan, jika kebijakan PPKM tetap berlanjut maka berpotensi menambah jumlah hotel dan restoran yang tutup, baik sementara maupun permanen.
Baca Juga: Accola Hotel akan meluncurkan unit camp terluas di Kalimantan Timur
"Kalau diperpanjang ini akan semakin menambah jumlah (hotel dan restoran) yang mati. PPKM pertama itu sudah 30 hotel dan restoran yang mati, dan hari ini sudah 50. Ini dilematis memang," pungkasnya.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "PHRI: 50 Hotel di Yogyakarta Gulung Tikar, Sebagian Dijual"
Penulis : Yohana Artha Uly
Editor : Bambang P. Jatmiko
Selanjutnya: Hotel dan restoran menjerit terdampak pandemi, Kemenparekraf siapkan jurus
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News