GAPPRI harap gubernur Jatim tak wajibkan rapid test bagi perusahaan padat karya

Sabtu, 09 Mei 2020 | 14:33 WIB   Reporter: Tendi Mahadi
GAPPRI harap gubernur Jatim tak wajibkan rapid test bagi perusahaan padat karya

ILUSTRASI. Pekerja melinting rokok sigaret kretek tangan SKT di salah satu industri rokok di Tulungagung, Jawa Timur, Rabu (31/5). GAPPRI harap gubernur Jatim tak wajibkan rapid test bagi perusahaan padat karya. ANTARA FOTO/Destyan Sujarwoko/aww/17.


VIRUS CORONA - JAKARTA. Ketua Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI) Henry Najoan mengapresiasi upaya-upaya pemerintah provinsi Jawa Timur atas penanganan dan pencegahan Covid-19 di Jawa Timur. 

Kendati demikian, terkait upaya pencegahan Covid-19 di Jawa Timur, GAPPRI menyikapi surat Pemerintah Kabupaten Bojonegoro per tanggal 5 Mei 2020, surat bernomor 440/183d/412.202/2020 yang mewajibkan perusahaan melakukan rapid test untuk seluruh karyawan dengan biaya masing-masing perusahaan. 

Baca Juga: Beberapa perusahaan padat karya siap bayar THR ke karyawannya

“GAPPRI menyatakan keberatan atas instruksi Pemerintah Kabupaten Bojonegoro tersebut. Kami juga meminta gubernur dapat memberi arahan dan meluruskan pemerintah kabupaten/Kota di wilayah Provinsi Jawa Timur untuk tidak mewajibkan pengusaha melakukan rapid test untuk pekerjanya,” tegas Henry dalam keterangan, Sabtu (9/5).

Terbitnya Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) nomor 9 tahun 2020 tentang Pedoman Pembatasan Sosial Berskala Besar dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease disebutnya tidak mensyaratkan melakukan rapid test

Hal itu sejalan dengan kajian GAPPRI, bahwa biaya rapid test untuk karyawan tentunya sangat membebani perusahaan terutama di masa wabah Covid-19. Pasalnya, industri hasil tembakau (IHT) saat ini tengah dihadapkan dengan kondisi sangat berat, dimana Covid-19 berdampak negatif terhadap bisnis, mulai dari sisi pasokan bahan baku, produksi, distribusi hingga penurunan penjualan. “Kewajiban rapid test Covid -19 hanya semakin membebani perusahaan,” tegasnya.

Menurut Henry Najoan, IHT masih mempunyai kewajiban lain yang harus dipenuhi dalam waktu dekat, yaitu Tunjangan Hari Raya (THR) Idul Fitri untuk pekerja.  “Karena itu, kewajiban rapid test Covid-19 sekali lagi dapat mengganggu kemampuan perusahaan untuk menunaikan kewajiban membayar THR,” terang Henry.

Baca Juga: Terpukul wabah corona, sejumlah perusahaan padat karya masih komitmen bayar THR

Sebelumnya, IHT  sudah dibebani kenaikan cukai melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 152/ PMK.010/ 2019 Tentang Perubahan Kedua Atas PMK Nomor 146/ PMK.010/ 2017 Tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau.

Berdasarkan kajian GAPPRI atas PMK 152/2020, kenaikan cukai 23% dan Harga Jual Eceran (HJE) 35% berpotensi mengalami penurunan penjualan sampai akhir tahun sebesar 15%.  “Belum lagi dampak dari pandemic Corona yang menurut estimasi kami, mulai Maret 2020 sampai akhir tahun terjadi penurunan penjualan antara 30%-40%,” cetus Henry.

Henry menegaskan bahwa pemerintah telah menentukan siapa saja yang diprioritaskan untuk dilakukan rapid test corona (Covid-19), yakni orang yang telah kontak dekat pasien positif baik yang dirawat di RS maupun yang mengisolasi diri di rumah, serta tenaga kesehatan (Nakes), mengingat mereka adalah orang yang sering kontak dekat dengan pasien.

GAPPRI juga merujuk himbauan Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI). Bahwa dengan keterbatasan alat rapid test yang ada, hendaknya penggunaan diprioritaskan pada ODP/PDP maupun pasien dengan indikasi Covid-19. 

Baca Juga: Kadin salurkan donasi Rp 5 miliar dari HM Sampoerna untuk rumah sakit Jawa Timur

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Tendi Mahadi

Terbaru