KONTAN.CO.ID - Sejumlah warganet mempertanyakan apakah musim kemarau sudah berakhir lantaran hujan sudah mulai turun di berbagai wilayah pada awal Agustus 2025.
Curah hujan yang terjadi belakangan ini membuat beberapa pengguna media sosial merasa bahwa musim hujan telah datang lebih awal.
Terkait hal itu, apakah benar musim kemarau sudah berakhir pada awal Agustus 2025?
Berikut penjelasannya Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG).
Apakah awal Agustus 2025 sudah mulai musim hujan?
Koordinator Bidang Analisis Variabilitas Iklim BMKG Supari mengatakan, curah hujan di sebagian besar wilayah Indonesia pada Agustus diprediksi lebih tinggi dari Juli 2025.
“Tapi, bukan berarti kemaraunya sudah berakhir,” ujar Supari saat dihubungi Kompas.com, Selasa (5/8/2025).
Ia menjelaskan, curah hujan pada bulan ini diprediksi lebih tinggi karena puncak musim kemarau di wilayah Sumatera dan Kalimantan kemungkinan besar sudah terlewati pada Juli 2025.
Sementara itu, curah hujan di Pulau Jawa, khususnya Jawa Tengah dan Jawa Timur, diprediksi masih rendah.
Baca Juga: BMKG Deteksi Tsunami di 8 Wilayah Usai Gempa Rusia, Paling Tinggi 0,2 Meter
Meski begitu, Supari belum bisa memastikan kapan awal musim hujan 2025 akan tiba.
Prakiraan awal musim hujan tahun ini akan disampaikan BMKG dalam beberapa waktu ke depan.
Wilayah yang dilanda hujan lebat hingga ekstrem
Mengutip laporan BMKG, Senin (4/8/2025), beberapa wilayah dilanda hujan dengan intensitas lebat hingga ekstrem dalam beberapa hari terakhir.
Wilayah tersebut mencakup Maluku (205,3 mm/hari), Kalimantan Barat (89,5 mm/hari), Jawa Tengah (83 mm/hari), dan Jabodetabek (121,8 mm/hari).
BMKG juga memprediksi peningkatan curah hujan dalam beberapa hari ke depan, khususnya di wilayah Indonesia bagian tengah dan timur.
Peningkatan curah hujan terjadi saat hampir separuh wilayah Indonesia sudah memasuki musim kemarau.
Fenomena tersebut dipengaruhi oleh dinamika atmosfer yang memberikan peran dalam pertumbuhan awan hujan.
Keberadaan bibit siklon tropis 90S di Samudra Hindia barat daya Bengkulu secara tidak langsung membentuk daerah perlambatan kecepatan angin (konvergensi) di sepanjang pulau Jawa dan Pesisir Barat Sumatera bagian selatan.
Baca Juga: Apakah Gerhana Matahari Total Akan Terjadi 2 Agustus 2025? Ini Kata BMKG
Selain itu, kombinasi gelombang Low–Frequency dan Mixed Rossby-Gravity, yang didukung dengan suhu muka laut (SST) hangat di sejumlah perairan Indonesia turut menyebabkan peningkatan kandungan uap air di atmosfer yang memperkuat pembentukan awan hujan.