Yayat menjelaskan, hal penting yang bisa terjadi dari perpindahan ibu kota adalah akan muncul pusat bisnis baru di luar Jakarta. Apalagi jika Pemerintah Provinsi mau mendukung dan mendorong para pelaku bisnis untuk keluar Jakarta.
"Nanti muncul daerah kompetitor bisnis baru, seperti BSD misalnya. Pertumbuhan di sana kan cepat sekali. Dari sana mereka bisa saja lewat tol langsung ke bandara dan terbang ke Kalimantan. Selesai, enggak perlu ke Jakarta lagi" jelas Yayat.
Hal lain yang perlu disoroti adalah peran Pemprov DKI dalam meningkatkan pelayanan terhadap masyarakat. Sebagai ibu kota, beberapa persoalan di Jakarta ikut ditangani oleh pemerintah pusat.
Namun setelah ibu kota pindah nanti, perhatian pemerintah pusat kepada Jakarta tidak akan sebesar dulu.
Pemprov DKI Jakarta harus bisa menjamin pelayanan dan perhatian terhadap persoalan di DKI Jakarta menjadi prioritas meski tanpa peran pemerintah pusat.
"Sekarang ada Kali Ciliwung ditangani Kementrian PUPR, tapi nanti pas (ibu kota) pindah mungkin saja enggak jadi prioritas lagi. Kementerian akan memberikan konsen ke penataan ulang sungai-sungai yang ada di Kalimantan," ungkap Yayat.
Maka dari itu, dibutuhkan konsep revisi tata ruang kota. Terutama konsep pembangunan berkelanjutan green city.
Hal ini agar polusi Jakarta yang semakin buruk bisa berkurang. Fungsi-fungsi bangunan yang sudah ada di ring 1 juga jangan sampai diabaikan.
Harus diubah menjadi perkantoran yang ramah lingkungan. Dari segala kemungkinan tersebut, pada intinya beban kota dan kepadatan sudah jelas akan berkurang.
Namun kelanjutan dari pengembangan kota Jakarta ada di tangan Pemerintah Provinsi Jakarta.
"Intinya di Pemprov DKI. Lebih bagus, lebih padat, lebih terstruktur, mau jadi apa Jakarta itu tergantung dari revisi tata ruang yang dilakukan" ungkap Yayat. (Anastasia Aulia)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Ibu Kota Pindah ke Kalimantan, Bagaimana Nasib DKI Jakarta?"
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News