JAKARTA. Setelah resmi dilantik menjadi Gubernur DKI Jakarta pada November 2014, Basuki Tjahaja Purnama memiliki wewenang untuk mengambil kebijakan.
Sejumlah kebijakan sudah diambilnya selama menjadi orang nomor satu di Ibu Kota.
Meski demikian, tidak semua kebijakan yang diambilnya dapat diterima oleh masyarakat.
Setidaknya ada lima kebijakan Ahok yang menuai kontroversi di masyarakat sepanjang tahun 2015.
1. Pelarangan sepeda motor lewat jalan protokol
Peraturan larangan sepeda motor lewat jalan protokol mulai diberlakukan akhir Desember 2014.
Tujuannnya, mengurangi dampak kemacetan.
Namun, sebagian masyarakat keberatan.
Mereka menilai bukan sepeda motor yang menyebabkan kemacetan di Jakarta, melainkan mobil pribadi.
Akan tetapi, Ahok tetap kekeuh menerapkan peraturan ini.
Ia berkeyakinan, ke depannya warga Jakarta akan merasakan manfaat dari penerapan kebijakan ini.
Dari sejak pertama kali berlaku sampai dengan saat ini, peraturan pelarangan sepeda motor lewat jalan protokol hanya diterapkan di Jalan MH Thamrin dan Medan Merdeka Barat.
Pada awalnya, peraturan ini berlaku selama 24 jam.
Namun, direvisi pada April 2015 menjadi hanya dari pukul 05.00-23.00.
2. Relokasi warga Kampung Pulo
Meski Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sudah beberapa kali merelokasi warga bantaran sungai dan waduk ke rumah susun, relokasi warga Kampung Pulo, Jatinegara, Jakarta Timur adalah relokasi yang paling menarik perhatian pada tahun 2015.
Selain diwarnai bentrokan, sebagian kalangan menilai permukiman warga Kampung Pulo tidak seharusnya digusur.
Sejumlah tokoh yang sempat menyuarakan penolakann, di antaranya Sejarawan JJ Rizal, Pengamat Tata Kota Marco Kusumawidjaja, dan Ketua Komunitas Ciliwung Merdeka Sandyawan Sumardi.
Cara yang mereka nilai paling tepat untuk warga yang tinggal di bantaran Sungai Ciliwung itu adalah penataan.
Meski demikian, Ahok menilai relokasi merupakan cara yang paling tepat.
Selain telah menyiapkan rumah susun yang dinilainya laik, Ahok menyebut lahan yang selama ini ditempati warga adalah tanah negara.
3. Larangan penyembelihan hewan di sembarang tempat
Kebijakan lain dari Ahok yang sempat menuai kontroversi adalah larangan penyembelihan hewan di sembarang tempat.
Dasar hukum peraturan yang diterapkan jelang Idul Adha tahun 2015/1436 Hijriah ini adalah Instruksi Gubernur (Ingub) Nomor 168 Tahun 2015 tentang Pengendalian, Penampungan, dan Pemotongan Hewan.
Aturan itu mencantumkan pelarangan penjualan serta pemotongan hewan kurban di pinggir jalan, larangan pemotongan hewan kurban di sekolah-sekolah.
Kemudian hewan-hewan yang akan dijual dan disembelih juga harus dites kesehatan terlebih dahulu.
Dalam perkembangannnya, Ahok melonggarkan aturan di poin larangan penyembelihan di sekolah.
Ia akhirnya mengizinkan pemotongan hewan kurban di sekolah, dengan catatan, ada petugas dari instansi terkait yang ikut mengawasi.
4. Pembatasan lokasi unjuk rasa
Kebijakan lainnya dari Ahok yang menuai kontroversi adalah saat ia menerbitkan Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 228 Tahun 2015 tentang Pengendalian Pelaksanaan Penyampaian Pendapat di Muka Umum pada Ruang Terbuka.
Peraturan ini mengatur unjuk rasa yang hanya boleh dilakukan di tiga lokasi, masing-masing di Parkir Timur Senayan, Alun-alun Demokrasi DPR/MPR RI, dan Silang Selatan Monumen Nasional (Monas), Jakarta Pusat.
Ahok beralasan, diterbitkannya peraturan tersebut bertujuan agar kegiatan unjuk rasa tertib dan tidak merugikan warga masyatakat lainnnya yang tengah beraktivitas.
Di dalam aturan itu, kata Ahok, juga diatur unjuk rasa tidak boleh sampai menutup jalan dan menutup laju bus transjakarta.
Banyak kalangan yang kemudian menolak diterapkannnya peraturan ini.
Mereka menganggap peraturan ini tidak sesuai dengan semangat kebebasan mengemukakan pendapat di era reformasi.
Dalam perkembangannya, peraturan tersebut kemudian direvisi.
Pokok revisi difokuskan pada tidak lagi dibatasinya lokasi unjuk rasa.
Bila sebelumnya lokasi unjuk rasa hanya boleh dilakukan di tiga lokasi.
Pascarevisi, tiga lokasi tersebut dinyatakan bukanlah lokasi yang wajib. Melainkan lokasi yang disediakan oleh Pemprov DKI.
5. Bongkar pasang pejabat
Kebijakan lain Ahok yang tidak kalah menuai kontroversi dan masih dilakukannya sampai saat ini adalah bongkar pasang pejabat.
Selama tahun 2015, tercatat ada banyak jabatan yang telah beberapa kali diisi oleh orang berbeda, akibat pergantian pejabatanya.
Jabatan-jabatan itu diantaranya, Kepala Dinas Tata Air, Kepala Dinas Perhubungan dan Transportasi, Kepala Dinas Kebersihan, dan Kepala Dinas Pertamanan dan Pemakaman.
Begitu seringnya Ahok merombak pejabat telah berulang kali ditentang oleh DPRD.
Mereka menganggap Ahok sudah memperlakukan pejabatnya laiknya kelinci percobaan.
Tidak hanya itu, Ahok juga dianggap menciptakan suasana kerja yang penuh tekanan.
Meski demikian, Ahok tetap pada pendiriannnya.
Ia mengibaratkan dirinya sebagai pelatih tim sepak bola, sementara pejabat yang diganti adalah pemain yang tidak dapat bermain dengan baik.
(Alsadad Rudi)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News