Kementerian PUPR anggarkan Rp 338 miliar untuk relokasi warga terdampak longsor NTT

Rabu, 28 April 2021 | 17:31 WIB   Reporter: Handoyo
Kementerian PUPR anggarkan Rp 338 miliar untuk relokasi warga terdampak longsor NTT

ILUSTRASI. Foto udara petugas menggunakan ekskavator untuk mencari korban hilang dalam tanah longsor di Desa Waematan, Ile Ape, Kabupaten Lembata, Nusa Tenggara Timur (NTT). ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/aww.


PERUMAHAN - JAKARTA. Sebagai tindak lanjut kunjungan Presiden Joko Widodo (Jokowi) ke lokasi bencana banjir bandang dan longsor di Adonara dan Lembata, Provinsi Nusa Tenggara Timur pada Jumat (9/4/2021) lalu, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) bergerak cepat untuk memastikan lokasi relokasi untuk pembangunan rumah bagi warga terdampak bencana. 

Ketua Satgas Penanganan Bencana Kementerian PUPR di NTT dan NTB  Widiarto  dalam laporannya menyatakan, Kementerian PUPR telah menghitung perkiraan kebutuhan biaya program pembangunan Rumah Rumah Instan Sederhana Sehat (RISHA) dalam rangka relokasi permukiman dengan keperluan anggaran tahun jamak sekitar Rp 338 miliar yakni TA 2021 sebesar Rp 236 miliar dan TA 2022 sebesar Rp 102 miliar.  

Kebutuhan anggaran tersebut dinyatakan Widiarto direncanakan untuk pembangunan sebanyak 1000 unit RISHA (Rumah Instan Sederhana Sehat), terdiri dari di Lembata sebanyak 700 unit dan Adonara sebanyak 300 unit. "Tetapi perkembangan pasti angkanya akan terus berkembang setelah survei detail dengan pemda dan masyarakat setempat," tuturnya. 

Baca Juga: PUPR: Pembangunan rumah khusus relokasi Bendungan Kuningan kelar Juni 2021

Widiarto menyatakan, hingga saat ini juga terdapat 4 lokasi tambahan usulan baru dari pemerintah daerah yang sebaiknya direlokasi pasca bencana di NTT, yaitu di Kabupaten Kupang sekitar 14 unit rumah, Kota Kupang sekitar 530 unit rumah , Kabupaten Alor sekitar 599 unit rumah, dan Kabupaten Rote Ndao sebanyak 153 unit rumah. 

"Relokasi perlu dilakukan karena lokasi permukiman warga terdampak bencana saat ini berada di jalur debris aliran sungai yang sudah dipenuhi bebatuan, sehingga risikonya sangat tinggi jika kembali tinggal di sana," ujar Widiarto. 

Widiarto menambahkan, berdasarkan informasi sementara, untuk di Adonara sudah ada dua alternatif lokasi yang disiapkan, sedangkan di Lembata juga sudah siap tanah Pemda, namun lokasinya masih akan dikomunikasikan dengan masyarakat setempat. 

"Kami akan terus melakukan komunikasi dengan masyarakat setempat, karena memindahkan tempat tinggal juga harus menangani masalah sosial bukan hanya masalah teknis saja, di mana salah satu syaratnya lokasinya harus aman dari risiko bencana," kata Widiarto. 

Selanjutnya: Pembiayaan konstruksi Jembatan Batam-Bintan gunakan skema KPBU

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Handoyo .

Terbaru