KEBAKARAN LAHAN - Kolaborasi antara pemerintah dan perusahaan, dalam menangani kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) saat ini dinilai sudah lebih baik. Jika dibandingkan saat terjadi bencana karhutla pada tahun 2015.
“Saat terjadi kebakaran besar di 2015, baik pemerintah maupun perusahaan sifatnya masih reaktif, ada kejadian baru bersikap. Kalau sekarang, ketika terpantau titik panas mereka sudah standby entah itu water bombing atau yang lainnya,” ujar pakar Ekologi dari Pusat Studi Lingkungan Hidup, Universitas Riau Suwondo dalam keterangannya, Selasa (15/8).
Suwondo menilai, pemerintah dan perusahaan sudah lebih proaktif. Dalam konteks pencegahan, korporasi besar juga punya kewajiban tidak hanya di area konsesi perusahaan, tetapi juga di daerah sekitar area konsesi.
“Saya pikir ada beberapa inisiasi program yang baik seperti free fire village (desa peduli api), itu kan inisiasi yang baik dari perusahaan,” ujar Suwondo. Menurutnya hal itu, salah satu indikasi bahwa industri pun sudah mulai lebih peduli pada lingkungan.
Pemerintah Provinsi Riau juga mengklaim telah melibatkan pihak korporasi dalam menangani pencegahan kerusakan lingkungan di Riau. Wakil Gubernur Riau, Wan Thamrin Hasyim mengatakan selama ini Pemprov Riau telah membangun sinergi dengan semua pemangku kepentingan untuk mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan.
“Sinergi antara pemerintah pusat, daerah, dan juga masyarakat berikut asosiasi-asosiasi pengusaha, Insya Allah kita bersama-sama. Dan kita mengharapkan pembangunan ini memang diusahan dampak lingkungannya seminimal mungkin,” ujar Wan Thamrin, saat menghadiri acara seminar Tujuan Pembangunan Berkelanjutan dan Perubahan Iklim di Hotel Pangeran
Senada dengan Wan Thamrin, Ketua Tim Restorasi Gambut, Provinsi Riau, Ahmad Hijazi mengatakan, dalam setiap perencanaan pembangunan di Riau selalu melibatkan unsur korporasi. Terlebih dalam konteks pembangunan berkelanjutan, pihak swasta selalu dilibatkan.
“Mereka dalam penyusunan konsep kan dilibatkan, mereka kita undang, dalam diskusi-diskusi mereka terlibat, bahkan ada forum. Jadi memang sudah ada forum sinergi antara pemerintah masyarakat dan pihak swasta,” ujar Hijazi.
Hijazi yang juga Sekretaris Daerah Provinsi Riau menjelaskan, Riau adalah provinisi pertama di Indonesia yang menjalankan pembangunan berkelanjutan. Bahkan sebelum dikeluarkannya Peraturan Presiden No. 59 tahun 2017 tentang Pelaksanaan Pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan, Pemprov Riau sudah membuat MoU dengan UNDP untuk piloting dan localizing SDGs di Indonesia itu di Riau.
“Konkretnya, kita mengambil 17 target SDGs yang kita terjemahkan dalam RPJMD kita. Nanti itu menjadi acuan dalam prioritas pembangunan tahunan yang kita lakukan,” ujar Hijazi.
Hijazi menambahkan, dalam pembangunan berkelanjutan (Sustainable Development Goals) pemerintah tidak mungkin berjalan sendirikan. Pihaknya, menggandeng empat pemangku kepentingan lain, seperti perguruan tinggi, perusahaan swasta, dan civil society seperti Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) untuk menjalankan pembangunan berkelanjutan di Riau.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News