Kisah warga pendatang diselamatkan orang asli Papua saat kerusuhan Wamena

Selasa, 01 Oktober 2019 | 15:32 WIB   Reporter: kompas.com
Kisah warga pendatang diselamatkan orang asli Papua saat kerusuhan Wamena

ILUSTRASI. WARGA WAMENA MENGUNGSI


KERUSUHAN - Sejumlah warga pendatang dari Padang, Jawa, dan Makassar bercerita, bagaimana mereka diselamatkan saat kerusuhan di Wamena setelah rumah mereka dibakar.

Salah seorang yang lolos adalah Mus Mulyadi yang memulai ceritanya pada Senin, 23 September, sekitar pukul 08.00. Saat itu, pria asal Sumatra Barat (Sumbar) ini sedang berjualan aneka makanan. Sate padang, lontong sayur, dan gado-gado sudah rapi tertata di wadahnya.

"Saya baru buka. Pembeli baru satu-dua. Langsung pecah (kericuhan). Saya langsung jemput anak saya di sekolah," tutur Mus yang sudah bermukim di Wamena sejak 2006.

Baca Juga: Jokowi: Dihimbau masyarakat tidak keluar dari Wamena

Selang 15 menit, pembakaran terjadi di samping SMP, cerita Mus. "Setelah anak saya bawa pulang, kantor bupati dibakar. Selanjutnya POM bensin dibakar, merembet ke Woma," papar Mus saat ditemui di penampungan Ikatan Keluarga Minang (IKM) di Sentani oleh wartawan Enggel Wolly yang melaporkan untuk BBC News Indonesia, Senin (30/9).

Dalam kondisi tegang, Mus mengaku keluarganya dan ratusan orang lain diselamatkan penduduk asli Wamena. "Kami 250 orang dibawa ke gereja, diungsikan, diselamatkan. Orang Padang, Jawa, Makassar dimasukkan ke gereja. Yang menyelamatkan asli orang Wamena. Mereka juga yang menjaga serta mengawal kami sepanjang hari itu," ungkapnya.

Setelah kondisi kelihatannya aman, Mus dan keluarganya mengungsi ke Komando Distrik Militer Jayawijaya. Mereka tinggal di sana selama semalam untuk kemudian mengungsi ke Jayapura menggunakan pesawat maskapai Trigana.

Mengingat kembali kerusuhan di Wamena, Mus mengaku tidak merasakan tanda-tanda konflik horizontal. "Saya dan keluarga hidup berdampingan dan sangat rukun. Masyarakat lokal, secara khusus orang Lembah Baliem, sudah seperti keluarga saya sendiri. Putra daerah saya malah dekat dengan kami orang Padang. Kami sekolahkan dia, kami kasih makan, kami kasih gaji," paparnya.

Baca Juga: Jokowi sebut kelompok kriminal bersenjata yang melakukan pembakaran di Wamena

Mus menambahkan, dia dan keluarganya masih menunggu hingga kondisi kembali kondusif. "Untuk sementara kami di Sentani dulu, memang sebagian besar harta benda, seperti tempat jualan dan sebagian rumah sudah hangus terbakar. Kalau kondisi aman, kami pasti kembali lagi untuk memulai usaha kami dari awal lagi," katanya.

Sikap Mus diamini Wakil Gubernur Sumbar Nasrul Abit yang mengunjungi masyarakat Sumbar di Papua. "Mereka juga tidak ingin pulang karena kalau pulang pun mereka mau kerja apa. Mereka bilang sudah lahir dan besar di Papua jadi ingin tetap tinggal di Papua, itu kata warga Minang yang saya temui di Wamena," kata Nasrul kepada wartawan, Minggu (29/9) malam di Jayapura.

Nasrul mengungkapkan, warga Sumbar di Wamena berjumlah 981 orang dan 300 di antara mereka sudah mengungsi.

Keinginan pengungsi untuk kembali ke Wamena juga Krisanthus Letsoin utarakan. Pria asal Kepulauan Kei, Maluku, ini sejak 2008 mengabdi sebagai tenaga guru honorer di Kabupaten Yahukimo.

Baca Juga: Tim Pertamina Peduli kirim bantuan logistik untuk para pengungsi Wamena

Kris dan keluarganya meninggalkan rumah mereka di Wamena dan mengungsi di Sentani, Jayapura, setelah Wamena dilanda kerusuhan. "Kalau saya akan tetap kembali, sudah jadi tugas saya yang harus dilaksanakan. Di sana kekurangan guru, semua mata pelajaran saya ajarkan," ujar dia.

Bagaimanapun, Kris tidak menampik, dirinya mengalami trauma sehingga masih memulihkan diri di tempat pengungsian di Sentani, Jayapura. "Di sini kami merasa aman sekali, ada lingkungan keluarga. Kami sudah baik," katanya.

Kris sejatinya tidak mengalami kerusuhan di Wamena pada 23 September karena dia datang ke kota itu sebelum ricuh dan sudah kembali ke Yahukimo saat terjadi kerusuhan.

"Saya tiba di Wamena sehari sebelum Wamena rusuh untuk pencairan dana BOS. Setelah di Yahukimo baru saya dengar Wamena rusuh. Tidak ada penerbangan ke Wamena. Terpaksa saya langsung ke Jayapura karena tidak ada akses untuk ke Wamena, baik darat maupun udara," paparnya.

Dari istrinya yang tinggal di Wamena dan belakangan menyusul ke Sentani, Kris mengetahui rumahnya sudah rata dengan tanah.

Baca Juga: Paska kerusuhan, sistem kelistrikan di Wamena mulai pulih

"Istri saya dari Wamena dua hari lalu tiba di Sentani hanya baju di badan. Harta benda, rumah dan segala isinya sudah hangus dan rata dengan tanah. Saya bersyukur karena kami sekeluarga masih selamat, dan untuk sementara kami tinggal di Sentani sampai kondisi aman dulu baru kembali lagi ke Wamena," ucapnya.

Kris menuturkan, ada 26 penduduk Wamena asal Kepulauan Kei yang mengungsi ke Jayapura. Mereka ditampung di salah satu pos pengungsian di Sentani dengan dukungan keluarga besar masyarakat Kepulauan Kei.

Penulis: Rachmawati

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Cerita Warga Pendatang Diselamatkan Orang Asli Papua Saat Kerusuhan Wamena, Diungsikan ke Gereja"

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Halaman   1 2 Tampilkan Semua
Editor: S.S. Kurniawan

Terbaru