KOTABARU. Puluhan warga yang mengatas namakan dari Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Kelompok Anak Pulau Masyarakat Saijaan (Kelpa Mas 18) menggelar aksi demo menolak penambangan batubara di Pulau Laut, Kabupaten Kotabaru, Kalimantan Selatan.
Koordinator aksi Tuntung H, di Kotabaru Senin menyebutkan keprihatinannya apabila Pulau Laut, Kotabaru, ditambang PT Sebuku Iron Lateritic Ores (SILO) yang merugikan masyarakat, karena sangat berdekatan dengan permukiman penduduk.
"Kami menyadari dampak dari pertambangan tersebut akan sangat merugikan masyarakat Kotabaru baik ekonomi, sosial, budaya dan keamanan," kata orator saat menyampaikan orasi di hadapan sejumlah anggota DPRD Kotabaru.
Berkaitan dengan hal tersebut, pihaknya yang mengatas namakan masyarakat Kotabaru menyampaikan penolakan keras terhadap eksploitasi sumber daya alam (SDA) khususnya di Pulaulaut.
Menurut dia, sesuai UU No27/2007 tentang pengelolaan wilayah pesisir dan pulau kecil, Pulaulaut dengan luas 1.873, 36 Km2 masuk dalam kategori pulau kecil yang dilarang untuk ditambang.
Kegiatan penambangan sebutnya, akan menghasilkan dampak air asam yang merusak lingkungan dan mengganggu kesehatan masyarakat setempat, sebab debu yang ditimbulkan mengakibatkan polusi dan mengganggu pernafasan.
Gangguan lain yakni menghambat lalu lintas/transportasi, konflik lahan hingga pergeseran budaya masyarakat. Beroperasinya pertambangan dalam satu daerah, kerap terjadi perusahaan sering bersikap arogan dengan dukungan oknum, sehingga memicu gangguan keamanan.
"Dampak yang sangat fatal adalah kerusakan lingkungan yang sangat parah, di mana perusahaan bisa melupakan penanggulangan kerusakan itu sendiri," ujarnya dengan lantang.
Oleh karenanya, perlu dilakukan peninjauan kembali terhadap Amdal PT Silo termasuk prosedur pembuatannya dengan melihat secara komprehensif terhadap dampak penambangan yang bukan hanya pada area tambang, tapi juga lingkungannya.
Terlebih pembuatan jembatan yang menghubungkan Pulaulaut dengan daratan Kalimantan, yang dulu akan dibiaya PT. SILO, terakhir pekerjaan tersebut kini ditanggung APBN dan APBD.
"Demikian juga dengan perekrutan pekerja yang tidak sesuai dengan janjinya dengan komposisi 75 persen warga lokal, begitu juga dengan janji memberikan kompensasi berupa pengolahan air bersih bagi masyarakat sekitar dengan kapasitas 1 juta kubik," ujarnya.
Juru bicara Usman D Pahero, juga meminta DPRD untuk mempertanyakan kepada eksekutif prihal bantuan atau sumbangan pihak ketiga yang berasal dari perusahaan-perusahaan di Kotabaru.
"Sumbangan pihak ketiga harus tercatat dan dilaporkan, dan transparan pengelolaanya," jelas dia.
Sementara, Wakil Ketua DPRD Kotabaru, M Arif saat menerima salinan tuntutan yang disampaikan yang berdemo, dan berjanji akan menyampaikan aspirasi tersebut untuk kemudian mengundang pihak-pihak terkait khususnya manajemen PT Silo dan eksekutif untuk melakukan hearing.
Sementara itu, pantauan di lapangan, aksi demo yang diikuti sejumlah tukang becak dengan membawa berbagai atribut, spanduk dan famplet bertuliskan penolakan terhadap penambangan PT Silo di Pulaulaut dengan cara long march dari Jl Veteran Km2 kemudian menuju Jl Bakti. Sambil terus berorasi menggunakan speaker, mereka menuju gedung DPRD.
Meski berjalan damai, aksi demo tersebut dikawal oleh puluhan aparat gabungan personil dari Polres Kotabaru dan Satpol PP.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News