POLUSI - JAKARTA. Menteri Dalam Negeri Muhammad Tito Karnavian menerbitkan Instruksi Mendagri (Inmendagri) tentang Pengendalian Pencemaran Udara pada wilayah Jabodetabek.
Inmendagri ini memuat beberapa hal pokok yang perlu dilakukan Kepala Daerah, baik Gubernur DKI Jakarta, Gubernur Jawa Barat dan Gubernur Banten serta Bupati/Walikota se-Jabodetabek. Meliputi sistem kerja hybrid, pembatasan kendaraan bermotor, peningkatan pelayanan transportasi publik, pengetatan uji emisi optimalisasi penggunaan masker, pengendalian emisi lingkungan dan penerapan solusi hijau, serta pengendalian pengelolaan limbah industri.
Direktur Jenderal Bina Administrasi Kewilayahan Kemendagri Safrizal ZA menjelaskan, Inmendagri Nomor 2 Tahun 2023 merupakan tindak lanjut atas arahan Presiden Joko Widodo pada rapat terbatas peningkatan kualitas udara di kawasan Jabodetabek yang dilaksanakan hari Senin tanggal 14 Agustus 2023.
Baca Juga: Pemerintah Pastikan Kebijakan WFH ASN Jakarta Tidak Ganggu Kinerja Ekonomi
“Kepala Daerah diminta untuk melakukan penyesuaian kebijakan pengaturan sistem kerja yakni dengan sedapat mungkin melakukan penerapan Work From Home (WFH) dan Work From Office (WFO) masing-masing sebanyak 50% bagi ASN di lingkungan perangkat daerah, karyawan BUMN dan BUMD dengan catatan dikecualikan bagi mereka yang memberikan layanan publik secara langsung/pelayanan esensial,” jelas Safrizal dalam keterangan tertulisnya, Rabu (23/8).
Selain itu Pemda di wilayah Jabodetabek agar mendorong karyawan swasta dan dunia usaha untuk melakukan WFH dan WFO sesuai kebijakan instansi/pelaku usaha terkait.
Kebijakan WFH-WFO diharapkan dapat mengurangi mobilitas yang menyebabkan polusi udara. Hal ini mengingat sebagian besar masyarakat menggunakan kendaraan bermotor baik mobil atau motor dalam beraktivitas seperti ke kantor.
Safrizal mengingatkan agar upaya pembatasan kendaraan bermotor diberlakukan dengan mengoptimalkan penggunaan moda transportasi massal atau transportasi umum, penggunaan kendaraan yang tidak beremisi atau kendaraan listrik.
Hal ini karena berdasarkan data yang ada, salah satu faktor penyebab polusi udara di Jabodetabek disumbang oleh sektor transportasi dan industri.
“Kepala daerah diinstruksikan untuk meningkatkan pelayanan transportasi publik dengan memastikan kapasitas jumlah kendaraan umum, menambah rute dan titik angkut, mengatasi gangguan di jalur busway serta memberikan insentif atau potongan harga agar masyarakat terdorong untuk beralih dari kendaraan pribadi ke transportasi umum,” ucap Safrizal.
Dalam Inmendagri tersebut juga diinstruksikan untuk memperketat program uji emisi kendaraan dan meningkatkan pengawasan. Serta melakukan sosialisasi pemberian kemudahan bagi pengguna kendaraan yang tidak beremisi atau kendaraan listrik, insentif bagi kendaraan listrik seperti pembebasan dari ganjil genap, prioritas parkir atau pengurangan biaya parkir.
Safrizal menjelaskan, dalam pengendalian emisi lingkungan dan penerapan solusi hijau dilakukan melalui pelarangan pembakaran sampah secara terbuka, pengendalian polusi dari aktivitas konstruksi, penyiraman jalan untuk mengurangi debu.
Kemudian, pengoptimalan penanaman pohon dan tumbuhan di ruang publik hingga ruang sempit, penggunaan water curtain/green curtain serta modifikasi cuaca melalui hujan buatan.
Baca Juga: Waspada! Ini 5 Jenis Penyakit yang Bisa Muncul Akibat Polusi Udara
“Pemerintah daerah agar mengendalikan pengelolaan limbah industri dengan meningkatkan pengawasan, mendorong penggunaan scubber pada bidang industri, melakukan uji emisi dan pengenaan denda terhadap pelanggar, melakukan peremajaan alat, dan peningkatan energi terbarukan pada industri,” ujar Safrizal.
Namun demikian Safrizal juga mengatakan bahwa upaya pengendalian polusi udara di Jabodetabek perlu dilakukan dengan memperkuat lini koordinasi Forkopimda serta mengoptimalkan Satpol PP dalam penegakan Perda dan atau Perkada mengenai pengendalian pencemaran udara.
Menurutnya, pendekatan kolaboratif dalam soliditas Forkopimda menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam implementasi Inmendagri ini di lapangan. “Demikian pula halnya faktor pendanaan, dimana Pemda yang belum menganggarkan dapat mengusulkan pada perubahan APBD dengan pembebanan langsung pada Belanja Tidak Terduga (BTT),” terang Safrizal.
Intruksi Mendagri ini sendiri mulai berlaku pada tanggal 22 Agustus 2023 sampai dengan waktu yang ditentukan kemudian, berdasarkan hasil evauasi atas kebijakan yang ditetapkan.
“Arahan-arahan dalam Instruksi Mendagri tersebut perlu diterapkan dengan strategi aksi yang konkret dengan tetap menjaga prinsip keseimbangan, yakni kebutuhan antara perbaikan kualitas udara dengan upaya menjaga perekonomian masyarakat yang semakin membaik pasca pandemi Covid-19,” pungkas Safrizal.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News