Microsoft: potensi kerugian ekonomi Indonesia akibat keamanan siber US$ 34,2 miliar

Rabu, 01 Agustus 2018 | 22:20 WIB   Reporter: Maizal Walfajri
Microsoft: potensi kerugian ekonomi Indonesia akibat keamanan siber US$ 34,2 miliar

ILUSTRASI. MICROSOFT


KEJAHATAN SIBER - JAKARTA. Sebuah studi oleh Frost & Sullivan yang diprakarsai oleh Microsoft menunjukkan bahwa potensi kerugian ekonomi di Indonesia akibat insiden keamanan siber dapat mencapai angka US$ 34,2 miliar.

Angka tersebut merupakan 3,7 persen dari total PDB Indonesia sebesar US$ 932 miliar. “Berapa banyak alat keamanan yang kita punya untuk melindungi lingkungan kita? Untuk menjawabnya tidaklah semudah yang kita harapkan," ujar Tony Seno Hartono, National Technology Officer Microsoft Indonesia dalam siaran persnya, Rabu (1/8).

Menurut studi tersebut, hanya 20% berpendapat bahwa keamanan siber merupakan penggerak transformasi digital dan kunci untuk pertumbuhan dan kesuksesan bisnis di masa depan.

Sebaliknya, 40% menyatakan alasan tradisional dan taktis, seperti perlindugan dari serangan-serangan dan menjadi pembeda dari kompetitor. Banyak juga yang menyatakan bahwa mengenai proyek baru, masalah keamanan biasanya menjadi pertimbangan setelah pelaksanaan, bukan sebelumnya.

Untuk bisa berhasil dan berkembang sebagai perusahaan digital di tahun-tahun mendatang, setiap organisasi harus menjadikan keamanan sebagai bagian dari alur alami proses dan siklus bisnis mereka.

Tujuannya memastikan keamanan, kerahasiaan, dan penyesuaian, perlindungan data perusahaan memerlukan pendekatan yang baru.

“Lingkungan ancaman yang selalu berubah sangatlah menantang, namun selalu ada cara untuk lebih efektif dengan menggunakan perpaduan teknologi modern, strategi, dan keahlian yang tepat," tambah Tony.

Menurut Tony perubahan budaya juga semakin diperlukan. Jajaran direksi banyak perusahaan masih mencari informasi mengenai apa yang terjadi di dunia siber melalui apa yang diberitakan di media.

Hal tersebut tidak memberikan informasi yang jelas mengenai resiko-resiko dan strategi mitigasi yang perlu mereka dukung. Menigkatkan dialog mengenai topik ini di kalangan direksi dan eksekutif TI sangatlah penting bagi setiap bisnis untuk bisa berkembang di era transformasi digital dan di tengah konsekuensi serangan siber yang tidak bisa dihindari lagi.

Organisasi dengan solusi keamanan yang siap sedia dalam skala besar bisa saja sulit dan memerlukan biaya yang mahal untuk mendapatkan gambaran penuh seluruh lingkungannya.

Hal tersebut kemudian berakibat pada deteksi dan respon yang tidak efektif. Hal tersebut juga mengakibatkan “postur pertahanan pasif” dimana kompleksitas mengalahkan kecepatan dan efektivitas.

Ini merupakan peringatan yang meliputi kita, ketika kita tidak melaksanakan prosedur keamanan dasar, seperti pertahanan siber dasar pada setiap karyawan, patch updates, kelola kata sandi yang buruk, dan pergerakan file yang berisiko pada thumbdrives.

Nilai proposisi pertahanan siber kini sedang berubah. Secara tradisional, hal tersebut dianggap sebagai sebuah beban. Kini, seharusnya hal tersebut menjadi sebuah aset, karena setiap pelanggan membutuhkan keamanan dan kepercayaan.

Semakin banyak perusahaan yang melakukan digitalisasi, dan ekonomi semakin digital, keamanan siber semakin diperlukan sebagai penggerak bisnis.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Halaman   1 2 Tampilkan Semua
Editor: Handoyo .

Terbaru