Peristiwa

Penyebab Banjir Bali, Menteri PU: Masalahnya Macam-Macam Sih!

Senin, 15 September 2025 | 19:31 WIB
Diperbarui Senin, 15 September 2025 | 19:33 WIB
Penyebab Banjir Bali, Menteri PU: Masalahnya Macam-Macam Sih!

ILUSTRASI. Petugas mengevakuasi wisatawan mancanegara yang terjebak banjir di kawasan Kuta, Badung, Bali, Rabu (10/9/2025). Sejumlah wisatawan mancanegara dievakuasi petugas dari sejumlah lokasi di kawasan pariwisata itu karena terendam banjir yang disebabkan hujan yang mengguyur wilayah Bali sejak Selasa (9/9). ANTARA FOTO/Fikri Yusuf/nym.


Sumber: Kompas.com  | Editor: Yudho Winarto

Perlu Evaluasi Tata Ruang

Yayat menekankan perlunya evaluasi besar-besaran terhadap tata ruang di Bali. Menurutnya, pemerintah harus mengkaji ulang keseimbangan antara tata ruang kota dan tata ruang air. Jika ruang-ruang air itu terus dihilangkan, banjir besar akan lebih sering terjadi.

"Ruang air itu artinya misalnya ada kolam-kolam retensi yang hilang, ada waduk atau situ yang hilang, ada resapan yang hilang," katanya.

Di sisi lain, aturan adat di Bali yang tidak memperbolehkan pembangunan gedung tinggi juga menjadi tantangan tersendiri.

Kondisi tersebut membuat hampir seluruh pembangunan dilakukan dalam bentuk landed house atau rumah tapak.

Akibatnya, lahan kosong semakin menyempit dan daya tampung ruang untuk air berkurang.

"Apalagi Bali itu enggak bisa membangun bangunan tinggi karena adat tidak mengizinkan. Jadi efisiensi penggunaan lahan jadi landed semua. Kalau landed kan artinya kapasitas daya tampung ruangnya akan terus berkurang karena terpakai untuk itu," ujar Yayat.

Baca Juga: Pulang dari Lawatan ke Timur Tengah, Presiden Prabowo Mendarat di Bali

Solusi Jangka Pendek

Meski perbaikan tata ruang memerlukan waktu panjang, Yayat menekankan pentingnya langkah cepat untuk mengurangi dampak banjir.

Menurutnya, pemerintah harus segera memperbaiki permukiman dan infrastruktur yang rusak akibat bencana.

"Solusi jangka pendek pertama, segera bantu untuk direhabilitasi, diperbaiki pemukiman yang rusak dan hancur, recovery. Kedua, perbaiki infrastruktur yang rusak, khususnya pada infrastruktur yang terkait dengan transportasi dan mobilitas," kata Yayat.

Selain itu, ia menilai perlu ada keterlibatan masyarakat dan dunia usaha dalam memperbaiki lingkungan.

Semangat gotong royong penting untuk membersihkan sampah, memperbaiki gorong-gorong yang mampet, hingga membangun ulang fasilitas yang rusak.

"Menurut saya ada kegotongroyongan lah. Bagi pelaku-pelaku usaha, bagi siapapun yang kira-kira punya dana, punya apa, untuk sharing. Sharing membangun infrastrukturnya, memperbaiki yang rusak," ujarnya.

Yayat menegaskan, mencari siapa yang salah bukanlah prioritas saat ini.

Yang lebih penting adalah membenahi tata kota sekaligus memperkuat infrastruktur agar Bali lebih siap menghadapi curah hujan ekstrem selanjutnya.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Ini Biang Kerok Banjir di Bali", Klik untuk baca: https://www.kompas.com/properti/read/2025/09/15/162514721/ini-biang-kerok-banjir-di-bali?page=all#page2.  

Selanjutnya: Kantongi Restu Private Placement, Angela Tanoesoedibjo Jadi Dirut MNC Digital(MSIN)

Menarik Dibaca: Turunkan Berat Badan Tanpa Diet Ekstrem, Ini Tips Sehatnya

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Terbaru