GEMPA - SURABAYA. Gempa magnitudo 6,1 (sebelumnya disebut 6,7) yang berpusat di perairan Malang Selatan Sabtu (10/4) siang disebut karena aktivitas zona subduksi yang terbentuk akibat tumbukan lempeng Indo-Australia dengan lempeng Eurasia.
Peneliti senior dari Pusat Penelitian Mitigasi Kebencanaan dan Perubahan Iklim Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya Dr Ir Amien Widodo mengatakan, tumbukan lempeng tersebut terjadi sekitar 200 kilometer dari pantai selatan Jawa. "Karena posisi tumbukan miring, maka sepanjang jalur tumbukan dua lempeng tersebut terjadilah gempa," terang Amien yang juga dosen Departemen Teknik Geofisika ITS saat dikonfirmasi Sabtu malam.
Menurut dia, subduksi tersebut lumrah terjadi mengingat letak geografis Indonesia berada di pertemuan tiga lempeng utama dunia, yaitu Eurasia, Indo-Australia dan Pasifik. Amien mengatakan, tumbukan dua lempeng tersebut terus mengalami pergesaran yang kecepatannya mencapai 7 sentimeter per tahun.
Pergeseran akan terus terjadi hingga ada bagian tumbukan yang pecah dan menimbulkan gempa. "Jalur tumbukan ini berada dari daerah Banten hingga Banyuwangi," terang Amien.
Baca Juga: Khofifah menyebut 6 kecamatan di 3 kabupaten di Jatim terdampak parah gempa Malang
Gempa yang merusak ratusan bangunan rumah itu tidak berpotensi menimbulkan tsunami karena pergeseran lapisan terjadi secara horizontal, sehingga tidak menyebabkan gelombang tinggi air laut. Berdasarkan data dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jawa Timur, gempa bisa dirasakan hingga di 17 daerah di Jawa Timur.
Menurut Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), pusat gempa berada di 90 kilometer barat daya Kabupaten Malang dan berpusat di Laut Banda yang berada di lepas pantai dengan kedalaman 25 kilometer.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul Penyebab Gempa Malang Menurut Peneliti Bencana ITS Surabaya.
Penulis: Kontributor Surabaya, Achmad Faizal
Editor: Teuku Muhammad Valdy Arief
Baca Juga: Di Kabupaten Malang, 1 tewas dan 2 luka berat akibat gempa
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News