PEKANBARU. Asosiasi Pengusaha Indonesia mengkhawatirkan implikasi kurang baik terhadap ekonomi dan ketenagakerjaan di Provinsi Riau akibat penerapan regulasi baru Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan tentang lahan gambut untuk hutan tanaman industri dan perkebunan.
Ketua Apindo Riau Wijatmoko Rah Trisno di Pekanbaru, Senin (17/4), mengatakan pihaknya tengah melakukan konsolidasi ke dalam khususnya anggota yang bergerak di bidang yang terdampak regulasi baru itu.
"Kami sedang melakukan konsolidasi internal anggota Apindo Riau, khususnya perusahaan kertas dan sawit yang langsung terdampak peraturan menteri ini," kata Wijatmoko kepada wartawan.
Sebelumnya, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya pada Februari 2017 mengeluarkan aturan pelaksanaan pemulihan ekosistem gambut melalui empat Peraturan Menteri (Permen) sebagai turunan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 57 Tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut.
Wijatmoko menjelaskan, secara umum kebijakan tersebut bakal berpengaruh pada operasional perusahaan hutan tanaman industi dan kelapa sawit, khususnya pada bidang ketenagakerjaan.
Regulasi itu menyulitkan sektor perkebunan di Riau karena sulit menerapkan salah satu poin peraturan yang mengatur bahwa muka air gambut ditetapkan minimal 40 centimeter (0,4 meter).
Karena itu, ia menilai perlu rumusan solusi terbaik atas kebijakan ini, dan hasil itu akan dijelaskan Apindo Riau kepada publik.
Sebabnya, perekonomian Riau di luar minyak dan gas (Migas) masih sangat ditopang oleh sawit sebesar 39,31 % karena sektor pertanian dan industri pengolahan, di dalamnya didominasi oleh kelapa sawit.
Bahkan, kontribusi sawit lebih besar ketimbang sektor pertambangan dan penggalian yang sumbangannya pada Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Riau 2016 mencapai 22,65 %. Dari sektor industri, sebanyak 167 dari 219 perusahaan dalam industri makanan di Riau yang menggunakan produk sawit, dan telah menyerap 43.395 orang tenaga kerja atau sekitar 70,60 % dari total tenaga kerja industri besar dan sedang.
Kemudian dari kinerja ekspor dari Riau, sekitar 61,47 % ekspor adalah minyak dan lemak nabati, di mana 91,20 % adalah ekspor CPO ke Tiongkok, India, negara-negara ASEAN dan MEE.
Sementara itu, sekitar 46,09 % tenaga kerja di Riau terkonsentrasi pada sektor pertanian, perkebunan dan kehutanan. Tenaga kerja dalam industri sawit mayoritas dipenuhi dari dalam negeri, sedangkan jumlah tenaga asing masih terbatas.