HUKUM - JAKARTA. Eksekusi lelang Hotel Kuta Paradiso akan dilakukan pada tanggal 6 Oktober mendatang oleh KPKNL Denpasar berdasarkan putusan inchract (PK dua kali) Alfort Capital yang dijalankan oleh Pengadilan Negeri Denpasar.
Namun belakangan muncul suara sumbang permintaan dibatalkan oleh pihak yang mengaku pemegang hak tagih/cessie terhadap PT Geria Wijaya Prestige (GWP), pemilik Hotel Kuta Paradiso.
"Bagi masyarakat umum mungkin ini hal yang biasa. Bagi yang mengikuti permasalahan ini sejak awal, hal ini tentu sangat menarik khususnya bagi para praktisi hukum dan yang bergelut di bidang perbankan," ujar praktisi hukum Bali Yos Indra Wardana dalam keterangannya, Senin (5/10).
Baca Juga: Maki: KPKNL Denpasar harus batalkan lelang Hotel Kuta Paradiso
Yos membeberkan beberapa fakta yang perlu diketahui oleh masyarakat umum di Bali dan Indonesia pada umumnya. Pertama yang harus diketahui adalah Hotel Kuta Paradiso (d/h Hotel Sol Elite Paradiso) dibangun dengan menggunakan utang US$ 17 juta dari sindikasi 7 bank (PDFCI, Rama, Dharmala, ANK, Finconesia, Indovest, Multicor) pada tahun 1995.
Krisis moneter 1998 membuat tiga bank yakni PDFCI, Rama & Dharmala, masuk dalam Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), sehingga pada tahun 2004 (sebelum BPPN dibubarkan) hak tagih/cessie terhadap Hotel Kuta Paradiso (PT GWP) dari 3 bank PDFCI, Rama & Dharmala dilelang.
Pemenang lelang pada tahun 2004 adalah PT Millenium Atlantic Securities (PT MAS). Lalu pada tahun 2005 hak tagih/cessie kembali berpindah tangan kepada Fireworks Ventures Limited (sampai saat ini). Fireworks Ventures Limited diduga kuat adalah milik dari Harijanto Karjadi (PT GWP).
"Jadi, buyback yang sebenarnya adalah sebuah pelanggaran/melanggar hukum. Jadi pemenang hak tagih/cessie terhadap Hotel Kuta Paradiso (PT GWP) adalah lima pihak (dari sebelumnya 7 pihak) yaitu Fireworks Ventures Limited (ex PFCI, Rama, Dharmala), KPKNL jakarta IV (ex Indovest), Alfort Capital (ex Finconesia), Gaston Invesment (ex ANK) & Tomy Winata (ex Multicor). Sejak tahun 2000 permasalahan pinjaman sindikasi ini sudah bersengketa sampai saat ini, hampir 20 tahun dan belum ada ujungnya atau kepastian hukum," ujarnya.
Baca Juga: Total piutang negara yang tercatat di LKPP Rp 358,5 triliun pada 2019
Klaim Fireworks Ventures Limited sebagai satu-satunya pemegang piutang adalah tidak benar dan terlebih permintaan pembatalan lelang (yang sudah memiliki keputusan inchract dari 2 kreditur yaitu Alfort Capital & Gaston Investment) adalah langkah yang sangat aneh dan tidak masuk akal.
Menurutnya, klaim Fireworks Ventures Limited sebagai pemilik tunggal hak tagih/cessie oleh oknum Edy Nusantara adalah tidak benar, karena ada empat pihak lain pemegang hak tagih/cessie dan proses hukum lain yaitu KPKNL Jakarta IV (ex Bank Indovest) yang juga adalah di bawah Kementerian Keuangan (Negara), Alfort Capital (ex Finconesia) yang sudah memiliki keputusan inchract (PK 2) di PN Jakarta Pusat, di mana eksekusi lelang yang akan dilaksanakan pada tanggal 6 Oktober 2020 mendatang adalah menjalankan putusan tersebut.
Gaston Investment (ex Bank ANK) yang juga sudah memiliki keputusan inchract (PK) di PN Jakarta Pusat. Dan saat ini juga sudah melakukan pelaporan polisi di Polda Bali terkait tindak pidana TPPU yang dilakukan oleh PT GWP yang tidak pernah melakukan pembayaran piutang sejak tahun 1995 serta laporan polisi di Polda Bali terkait pernyataan Edy Nusantara (Fireworks Ventures Limited) bahwa adalah pemegang tunggal hak tagih/cessie terhadap Hotel Kuta Paradiso (PT GWP).
Tomy Winata (ex Multicor) yang sedang berproses perdata di PN Jakarta Pusat dan PN Jakarta Utara serta proses pidana di Polda Bali yang sudah memiliki putusan di tingkat kasasi yang menghukum Harijanto Karjadi (PT GWP) bersalah dan hukum penjara dua tahun di LP Kerobokan dan juga Hartono Karjadi yang mendekam di Rutan Polda Bali setelah buron hampir 2 tahun.
Laporan dari ex Direktur & pemegang saham utama Fireworks Ventures Limited di Polda Metro Jaya terkait proses pembelian hak tagih/cessie dari BPPN pada tahun 2004 oleh PT MAS adalah transaksi fiktif di mana sumber dana dan transaksinya adalah dari PT GWP sendiri yang merupakan pihak debitur. Akibatnya Negara (BPPN) dirugikan dengan transaksi ini, karena dilelang dengan harga yang jauh di bawah nilai utang aslinya.
Baca Juga: Klaim pembeli piutang PT GWP, Fireworks desak lelang Hotel Kuta Paradiso dibatalkan
Ada empat laporan polisi di Bareskrim Mabes Polri baik oleh pihak Fireworks Ventures Limited atau PT GWP kepada para pihak kreditur atau pemilik hak tagih/cessie yang semuanya sudah dihentikan (SP3).
“Edy Nusantara (Fireworks Ventures Limited) yang merupakan salah satu pemegang hak tagih/cessie (ex PDFCI, Rama & Dharmala) meminta menunda eksekusi lelang Hotel Kuta Paradiso adalah suatu perbuatan yang aneh dan tidak masuk akal,” ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News