TEH NASIONAL - BANDUNG. Sektor perkebunan teh di Indonesia semakin lesu yang ditandai dengan penurunan produktivitas dalam beberapa waktu terakhir.
Penasihat Paguyuban Tani Lestari Arys Buntara mengatakan setidaknya ada beberapa hal yang menyebabkan produktivitas teh di Indonesia terus mengalami penurunan.
Pertama, tidak adanya penerus atau regenerasi petani yang mau bekerja di perkebunan teh rakyat. Ia katakan bahwa kebanyakan anak muda di daerah sentra perkebunan rakyat memilih banyak yang bekerja ke kota daripada bekerja di perkebunan teh.
Baca Juga: Produksi Teh Mengalami Penurunan Satu Dekade Terakhir, Pemerintah Lakukan Ini
"Kita sekarang cari pemetik luar biasa susahnya karena banyak generasi berikutnya yang memilih ke kota daripada mengerjakan teh," kata Arys dalam Forum Asian Tea Alliace (ATA) di Bandung, Kamis (24/8).
Kedua, panjangnya rantai pasok dan keterbatasan petani dalam mengakses pasar. Hal ini menyebabkan petani mendapatkan posisi tawar yang sangat rendah.
Arys menyebut harga teh petik di tingkat petani saat ini hanya mencapai Rp 1.800 hingga Rp 2.400 per kilogram (kg). Nilai tersebut sangat kecil dibandingkan dengan cost produksi yang terus meningkat.
Rendahnya nilai jual teh ini juga yang menurutnya membuat beberapa lahan kebun teh rakyat banyak yang dialihfungsikan untuk mendapatkan keuntungan yang lebih besar.
Baca Juga: Lawan Kampanye Negatif, PASPI dan BPDPKS Sajikan Informasi Berimbang Tentang Sawit
"Kita butuh dukungan pemerintah setidaknya kalau bisa agar ada Harga Acuan Tertinggi (HET) seperti komoditas lain, supaya petani hidup tidak ada peralihan lahan," kata Arys.
Produktivitas teh mengalami tren penurunan selama satu dekade terakhir.
Berdasarkan Badan Pusat Statistik (BPS), pada tahun 2022 saja jumlah produksi teh di Indonesia hanya mencapai 136.800 ton. Nilai tersebut turun 5,72% dari tahun sebelumnya sebesar 145.100 ton.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News