BMKG - Belakangan ini fenomena Aphelion 2025 menyita perhatian publik dan menjadi pembicaraan di media sosial.
Sebagian masyarakat menganggap bahwa fenomena Aphelion berdampak pada cuaca dan iklim di Bumi, bahkan hingga memengaruhi kesehatan.
Apa itu Aphelion?
Deputi Bidang Klimatologi BMKG, Guswanto menjelaskan fenomena Aphelion terjadi ketika Bumi berada di titik terjauhnya dari Matahari, yang biasanya berlangsung pada bulan Juli setiap tahun.
Pada tahun 2025, kata Guswanto, fenomena Aphelion sudah terjadi, yakni pada tanggal 5 Juli lalu.
"Aphelion adalah titik dalam orbit Bumi di mana planet kita berada paling jauh dari Matahari. Jarak antara Bumi dan Matahari saat Aphelion adalah sekitar 152 juta kilometer, yang merupakan jarak terjauh dalam orbit elips Bumi mengelilingi Matahari," jelasnya kepada Kompas.com, Senin (7/7/2025).
Sebagai fenomena tahunan, Guswanto menegaskan bahwa fenomena Aphelion hanya berdampak pada penurunan suhu di Bumi saja.
Baca Juga: Sampai Kapan Kemarau Basah Bakal Terjadi di Indonesia? Ini Kata BMKG
Ia juga menegaskan bahwa fenomena Aphelion tidak memengaruhi kondisi cuaca dan iklim.
"Memang dampaknya hanya berpengaruh ke suhu yang lebih dingin, namun tidak sampai ke musim ataupun cuaca," jelasnya.
Ia menambahkan, fenomena Aphelion terjadi setiap tahun sekitar awal bulan Juli dan berlangsung sesaat ketika Bumi berada pada titik terjauh dari Matahari dalam orbitnya.
"Jadi, Aphelion bukanlah fenomena yang berlangsung lama, melainkan lebih seperti momen singkat dalam perjalanan Bumi mengelilingi Matahari," terang Guswanto.
Apakah fenomena Aphelion berdampak pada cuaca dingin?
Guswanto juga meluruskan informasi yang beredar di media sosial terkait fenomena Aphelion yang disebut berdampak pada gangguan kesehatan. Ia menegaskan, fenomena Aphelion tidak memiliki dampak signifikan pada cuaca dan iklim di Bumi.
Perubahan musim dan suhu lebih dipengaruhi oleh kemiringan sumbu Bumi daripada jaraknya dari Matahari.
Baca Juga: Mengapa Udara Mendadak Dingin di Jabodetabek? Ini Penyebabnya Menurut BMKG
"Oleh karena itu, tidak ada hubungan langsung antara Aphelion dan gangguan kesehatan seperti flu, batuk, atau sesak napas," tegasnya.
Para ahli pun juga telah menjelaskan bahwa Aphelion tidak memiliki dampak signifikan pada cuaca dan iklim, sehingga tidak ada alasan untuk mengkhawatirkan dampaknya pada kesehatan.
Suhu dingin bukan karena Aphelion
Guswanto juga menjelaskan, suhu udara dingin yang dirasakan di sejumlah wilayah Indonesia pada bulan Juli bukan disebabkan oleh fenomena Aphelion.
"Suhu dingin yang terjadi merupakan hal wajar saat puncak musim kemarau, terutama antara Juli hingga September," jelas Guswanto.
Pada periode ini, lanjutnya, angin timur-tenggara dari Benua Australia bertiup ke wilayah Indonesia. Karena Australia sedang mengalami musim dingin dan memiliki tekanan udara tinggi, angin membawa udara dingin melintasi Samudra Indonesia yang suhunya juga relatif rendah.
"Hal ini membuat wilayah selatan khatulistiwa seperti Pulau Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara ikut mengalami penurunan suhu, jadi bukan karena fenomena Aphelion," tandasnya.
Selain itu, langit yang cerah dan minim awan membuat panas Bumi yang dipancarkan pada malam hari tidak tertahan di atmosfer. Akibatnya, udara dekat permukaan terasa lebih dingin, terutama saat malam hingga pagi hari.
Tonton: Apa Itu Kemarau Basah? Ini Arti, Tanda-Tanda, dan Prediksi BMKG
"Kondisi ini juga membuat beberapa wilayah dataran tinggi, seperti Dieng, berpotensi mengalami embun es atau embun upas, fenomena yang sering disalahartikan sebagai salju," jelas Guswanto
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Benarkah Fenomena Aphelion Picu Suhu Dingin? Ini Penjelasan BMKG"
Selanjutnya: Daftar Promo HUT BNI ke-79 Juli 2025, Diskon dan Bonus Menarik Tomoro hingga HokBen
Menarik Dibaca: Daftar Promo HUT BNI ke-79 Juli 2025, Diskon dan Bonus Menarik Tomoro hingga HokBen
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News