Dalam hal ini Yayasan ALIT Indonesia menyoroti peraturan pemerintah mengenai cukai rokok dan kaitannya dengan jangkauan anak-anak.
Baca Juga: Hingga Agustus 2020, penerimaan cukai HPTL mencapai Rp 515,9 miliar
“Saat ini ada kenaikan cukai, tapi kemudian kami juga melihat ada aturan yang absurd yakni Perdirjen Bea Cukai 37/2017 yang membolehkan menjual rokok di bawah 85% dari banderol asal tidak lebih di 40 kota pengawasan bea cukai,” ujarnya.
Hal ini dinilai menjadi sorotan karena dengan aturan yang masih ada, masih akan mungkin ditemukan harga rokok di bawah 85% dari batasan yang seharusnya sehingga harganya menjadi lebih murah dari yang tertera pada pita cukainya. Hal inilah yang membuat anak-anak makin mudah untuk menjangkau rokok.
Direktur Eksekutif Yayasan ALIT Indonesia Yuliati Umrah mengatakan pihaknya secara tegas berharap agar pemerintah mencabut segala aturan yang masih memungkinkan rokok dijual lebih murah lagi.
“Saya setuju kalau ketentuan tersebut dihapus saja. Harga rokok sudah terlalu murah kalau diperbolehkan dijual di bawah 85%. Anak pasti bisa beli dengan uang sakunya,” ujarnya. Dia mengatakan bahwa Yayasan ALIT Indonesia mengusulkan kepada pemerintah untuk mencabut ketentuan tersebut demi melindungi anak-anak dari ancaman rokok.
Baca Juga: Pembatasan penggunaan produk tembakau alternatif langgar hak konsumen?
Dalam kesempatan yang sama, Pengamat Politik Masalah Pemerintahan dari Universitas Airlangga (Unair) Kris Nugroho menduga bahwa masih terdapat celah dari penegakan regulasi.
“Perusahaan rokok bisa bermain untuk memanfaatkan kelemahan suatu produk hukum. Yang bisa kita cermati di sini adalah aturan itu sudah termasuk keputusan ekonomi politik yang merupakan titik temu berbagai kepentingan bisnis rokok dengan kementerian,” ujarnya. (Hendra Gunawan)
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Survei Yayasan ALIT: Rokok Murah Biang Kerok Melonjaknya Jumlah Perokok Anak,
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News