KELAUTAN DAN PERIKANAN - JAKARTA. Dua kapal keruk (dradger) MV YC 6 dan MV ZS 9 berbendera Singapura diduga melakukan kegiatan pengerukan dan hasil kerukan (dumping) tanpa izin dan dokumen yang lengkap di Perairan Batam, Kepulauan Riau.
Terkait hal itu, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) langsung ambil tindakan dengan menghentikan operasional kedua kapal tersebut.
Melansir Infopulik.id, Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP), Pung Nugroho Saksono melihat langsung proses penghentian dan pemeriksaan saat dirinya berada di dalam Kapal Pengawas (KP) Orca 03 untuk melakukan kunjungan kerja ke Pulau Nipah yang menjadi salah satu pulau terluar di Kepulauan Riau, Rabu (9/10/2024).
“Ini bukti keseriusan kami, untuk menindak tegas para pelaku pemanfaatan pasir laut yang tidak sesuai ketentuan terlebih tidak memiliki dokumen perizinan yang sah. Para pelaku usaha diharapkan untuk tertib administrasi dan peraturan-peraturan yang berlaku. Agar masyarakat mampu merasakan pemanfaatan sumber daya kelautan dan perikanan,” ujar Ipunk, sapaan akrabnya.
Dia juga menjelaskan Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Sedimentasi di Laut merupakan salah satu landasan hukum dalam Pengendalian Kawasan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
Pemerintah bertanggung jawab dalam melindungi dan melestarikan lingkungan laut.
Baca Juga: KKP Masih Verifikasi 66 Perusahaan yang Ajukan Izin Ekspor Pasir Laut
“Untuk itu negara hadir menertibkan, sebagai komitmen untuk mewujudkan ekologi sebagai panglima agar pengelolaan sumber daya kelautan ini bisa lestari dan sesuai peraturan. Kalau laut ini dikelola dengan baik, pemerintah bisa memastikan semuanya sesuai dengan peraturan yang ada, namun jika tidak sesuai, maka kami akan tertibkan,” ujarnya.
Ipunk menjabarkan bahwa saat dilakukan pemeriksaan, MV YC 6 berukuran 8012 gross tonnage (GT) dan MV ZS 9 berukuran 8559 GT terindikasi melakukan penambangan pasir laut di wilayah Indonesia tidak sesuai dengan aturan dan ketentuan.
Hal tersebut merupakan hasil treking dan bisa dibuktikan kepada masyarakat ternyata ada kapal-kapal asing yang diduga melakukan pencurian pasir laut di wilayah Indonesia.
“Menurut pengakuan Nakhoda, mereka sering sekali masuk ke wilayah Indonesia. Bahkan dalam satu bulan bisa mencapai 10 kali masuk ke sini (Indonesia), tanpa dilengkapi dokumen perizinan yang sah. Bahkan tidak punya dokumen kapal, yang ada hanya ijazah nakhoda dan akta kelahiran,” ujarnya.
Di kapal penghisap pasir yang membawa 10 ribu meter kubik pasir itu terdapat 16 orang Anak Buah Kapal (ABK). Rinciannya, 2 orang WNI, 1 orang warga Malaysia, dan 13 warga negara RRT 13.
“Mereka menghisap pasir selama 9 jam mendapat 10 ribu (meter kubik) yang dilakukan selama 3 hari dalam satu kali perjalanan. Kapal ini dalam satu bulan bisa 10 kali masuk ke sini. Artinya dalam satu bulan kapal ini mampu mencuri 100.000 meter kubik pasir laut Indonesia,” katanya.
Baca Juga: Kebijakan Ekspor Pasir Laut Dikhawatirkan Picu Pengangguran Nelayan
Pada kesempatan yang sama, Direktur Jenderal Pengelolaan Kelautan dan Ruang Laut, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Viktor Gustaaf Manoppo menjelaskan sampai saat ini, dalam PP 26 tahun 2023 tentang pengelolaan hasil sedimentasi belum ada satupun izin yang dikeluarkan pemerintah.
“Secara regulasi, KKP belum mengeluarkan satu lembar izin kepada siapapun. Terkait operasional pengelolaan hasil sedimentasi. Estimasi total potensi kerugian negara bila dihitung dari kegiatan ini dalam satu tahun, 100.000 meter kubik dikali 12 bulan apabila dibawa pasir tersebut diekspor keluar, totalnya dapat mencapai ratusan miliar per tahun kerugian negara, Ini baru sumber daya kelautan (pasir laut) belum lagi perizinan yang lainnya mungkin bisa lebih dari itu,” katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News