Wilmar Terapkan Kebijakan Tanpa Deforestasi, Gambut dan Eksploitasi ke Pemasok TBS

Rabu, 22 Mei 2024 | 13:46 WIB   Reporter: Noverius Laoli
Wilmar Terapkan Kebijakan Tanpa Deforestasi, Gambut dan Eksploitasi ke Pemasok TBS

Supplier and Engagement Lead Wilmar, Surya Purnama memberi pemaparan?dalam pelaksanaan Lokakarya Multipihak Pengelolaan Sawit Berkelanjutan di Aceh Bagian Selatan di Subulussalam, Aceh , Rabu (15/5/2024).


KELAPA SAWIT - JAKARTA. Wilmar telah menerapkan Kebijakan Tanpa Deforestasi, Gambut, dan Eksploitasi (No Deforestation, Peat and Exploitation/NDPE) kepada seluruh pemasok tandan buah segar (TBS) kelapa sawit di Aceh Bagian Selatan.

Langkah ini dilakukan sebagai upaya mendukung perlindungan Kawasan Konservasi Rawa Singkil yang berada di wilayah tersebut.

Supplier and Engagement Lead Wilmar, Surya Purnama, menjelaskan bahwa pihaknya telah memastikan penerapan NDPE oleh seluruh rantai pasok perusahaan, termasuk di Aceh Bagian Selatan. 

Upaya yang telah dilakukan meliputi pendampingan dan peningkatan kapasitas perusahaan dalam penerapan NDPE dan kemampuan telusur, pendataan kebun petani, serta keterlibatan dengan pemangku kepentingan.

Baca Juga: Realisasi Lahan Bersertifikat ISPO Baru Mencapai 37% dari Total Lahan Kelapa Sawit

“Lansekap Aceh bagian selatan ini memiliki banyak petani swadaya. Dari hasil assessment yang kami lakukan sejak tahun 2021, diperlukan pendampingan terhadap para petani swadaya agar mereka dapat menerapkan Good Agriculture Practices (GAP),” ujar Surya dalam keterangan resminya, Rabu (22/5).

Surya menyatakan bahwa Wilmar telah melakukan pendekatan dengan pihak-pihak yang relevan seperti pemasok TBS, institusi pemerintah, LSM lokal, pakar teknis, dan platform multipihak lainnya. 

Salah satu kegiatan yang dilakukan adalah pelaksanaan lokakarya pada 15 Mei 2024 di Subulussalam, Aceh. Lokakarya ini bertujuan membangun dialog dan keterlibatan pemangku kepentingan di Lanskap Aceh Bagian Selatan. 

Selain Wilmar, kegiatan tersebut juga diadakan oleh Golden Agri Resources dan Musim Mas, sebagai pemangku kepentingan yang juga memiliki rantai pasok di wilayah ini.

Baca Juga: Cisadane Sawit Raya (CSRA) Masih Fokus Garap Pasar Domestik

Hingga saat ini, Wilmar telah mendampingi petani swadaya di beberapa provinsi seperti Riau, Jambi, Sumatera Utara, dan Kalimantan Barat. 

“Melalui Program Petani Swadaya, kami terus bekerja sama dengan petani pemasok untuk menemukan langkah-langkah meningkatkan praktik perkebunan yang sesuai dengan Standar Keberlanjutan Global dan meningkatkan hasil produksi petani,” kata Surya.

Dalam kesempatan tersebut, Kepala Seksi Wilayah II Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Provinsi Aceh, Hadi Sofyan, mengapresiasi kolaborasi perusahaan dalam membantu pemerintah mewujudkan proteksi Suaka Margasatwa (SM) Rawa Singkil.

Kawasan konservasi seluas lebih dari 80 ribu hektare ini menjadi habitat bagi berbagai jenis satwa dilindungi seperti Harimau Sumatera, Orangutan Sumatera, dan berbagai jenis burung.

Keberadaan SM Rawa Singkil terancam oleh aktivitas pembukaan lahan untuk perkebunan sawit. Peran sektor swasta sangat penting untuk memastikan rantai pasok mereka tidak berasal dari kawasan tersebut. 

“BKSDA juga telah berupaya keras melakukan proteksi melalui berbagai kegiatan seperti patroli, restorasi, dan penegakan hukum,” kata Hadi.

Baca Juga: Pemerintah Diminta Benahi Regulasi dan Hukum di Sektor Kelapa Sawit

Koordinator Sustainability Forum Konservasi Leuser (FKL), Hendra Syahrial, menambahkan bahwa Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) merupakan zona hutan terluas di Asia Tenggara. 

Kawasan ini telah dideklarasikan sejak 1934 oleh masyarakat Aceh dengan tujuan menjaga hutan dari rencana pengembangan tambang dan logging oleh pemerintah Hindia Belanda.

"Secara garis besar, FKL bukanlah lembaga yang anti-sawit. Ini adalah lembaga yang menolak pengembangan sawit pada area yang bervegetasi hutan," tutur Hendra.

Ia menilai, pengembangan sawit pada area vegetasi hutan akan mengakibatkan kehilangan tutupan hutan serta ancaman bagi keanekaragaman hayati. Selain itu, hal ini juga akan menyebabkan banjir dan kehilangan sumber air bersih bagi masyarakat. "Ini akan merugikan kita dan anak cucu kita di masa depan," jelasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Halaman   1 2 Tampilkan Semua
Editor: Noverius Laoli
Terbaru