Anies keluarkan izin reklamasi Ancol, ini kata Ketua Fraksi PDI-P DPRD DKI Jakarta

Senin, 29 Juni 2020 | 16:46 WIB   Reporter: Ratih Waseso
Anies keluarkan izin reklamasi Ancol, ini kata Ketua Fraksi PDI-P DPRD DKI Jakarta

ILUSTRASI. Petugas mengoperasikan alat berat pada proyek reklamasi pantai Ancol di Jakarta, Jumat (22/1). Proyek reklamasi pantai ancol dipercaya akan menaikan nilai investasi di wilayah ini khususnya di sektor properti. KONTAN/Cheppy A. Muchlis/22/01/2016


DKI JAKARTA - JAKARTA. Ketua Fraksi PDI-P DPRD DKI Jakarta Gembong Warsono menuturkan bahwa adanya penerbitan izin reklamasi untuk perluasan kawasan Taman Impian Jaya Ancol dan Dunia Fantasi, yang tercantum dalam surat Keputusan Gubernur (Kepgub) Nomor 237 Tahun 2020, akan memiliki dampak pada geliat ekonomi. Terutama pada kondisi ekonomi yang saat ini lesu di tengah pandemi virus corona (Covid-19).

"Bahwa itu akan berdampak pada geliat ekonomi di saat pandemi ini, pasti itu. Saat ini yang kita harapkan adalah adanya pergerakan pembangunan yang akan mendongkrak kelesuan ekonomi kita," kata Gembong saat dihubungi Kontan.co.id pada Senin (28/6).

Meski melihat akan adanya dorongan geliat ekonomi, namun Gembong menekankan upaya mendorong ekonomi yang tengah lesu harus tetap cermat. Ditegaskan kembali bahwa pelaksanaan harus memperhatikan dampak lingkungan yang terjadi nantinya.

Baca Juga: Pengamat tata kota menilai, belum ada urgensinya perluasan Dufan dan Ancol

"Namun tetap harus dengan cermat memperhatikan dampak lingkungan, diperlukan rekayasa lingkungan yang komprehensif," tegasnya.

Gembong menyebut bahwa penerbitan izin reklamasi Ancol oleh Pemprov DKI Jakarta, merupakan tindak lanjut dikeluarkannya izin dari pemerintah pusat.

"Saya kira penerbitan izin reklamasi oleh Pemprov DKI Jakarta, merupakan tindak lanjut dikeluarkannya izin dari pemerintah pusat. Dan itu langkah yang harus dilakukan oleh Anies, agar ada kepastian hukum," kata Gembong.

Sementara itu, Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) mengecam keras Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan karena telah memberikan izin reklamasi kepada PT Pembangunan Jaya Ancol, Tbk seluas 150 hektare untuk perluasan kawasan rekreasi.

Dalam siaran pers KIARA yang diterima Kontan.co.id pada Senin (29/6) Sekretaris Jenderal KIARA, Susan Herawati menegaskan bahwa pemberian izin perluasan reklamasi untuk kawasan rekreasi di Pantai Ancol seluas 150 hektare merupakan ironi kebijakan Gubernur DKI Jakarta.

Di mana sebelumnya, Anies Baswedan disebut pernah berjanji akan menghentikan proyek reklamasi Teluk Jakarta, tetapi faktanya Susan menyebut malah memberikan izin kepada PT Pembangunan Jaya Ancol, setelah sebelumnya mengeluarkan lebih dari 900 IMB untuk bangunan di Pulau D yang konsesinya dimiliki oleh PT Kapuk Niaga Indah.

Pemberian izin reklamasi untuk perluasan kawasan rekreasi di Pantai Ancol, juga disebut hanya akan memperkuat praktik komersialisasi kawasan pesisir di Teluk Jakarta yang tidak sejalan dengan UU No. 27 Tahun 2007 jo UU No. 1 Tahun 2014 dan juga Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 3 tahun 2010.

"Kawasan pantai, pesisir, dan perairan adalah milik seluruh warga negara Indonesia. Siapa pun berhak untuk mengakses. Pemberian izin ini akan memaksa orang yang mau masuk dan mengakses kawasan ini harus membayar. Inilah praktik komersialisasi yang harus dilawan,” jelas Susan.

Tak hanya itu, pemberian izin reklamasi untuk perluasan kawasan rekreasi dinilai jelas-jelas akan mendorong kerusakan kawasan perairan Ancol serta kawasan tempat pengambilan material pasir untuk bahan pengurukan.

Baca Juga: Anies dikritik langgar janjinya sendiri karena memberi izin reklamasi Ancol

“Reklamasi untuk perluasan Pantai Ancol akan semakin memperparah kerusakan dua kawasan sekaligus, kawasan perairan Ancol di Teluk Jakarta dan lokasi tempat pengambilan material pasir. Ekosistem perairan semakin hancur, ekosistem darat akan mengalami hal serupa. Inilah salah satu bahayanya reklamasi,” imbuh Susan

Tak hanya itu, Keputusan Gubernur Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 237 Tahun 2020 dipandang KIARA memiliki kecacatan hukum, karena hanya mendasarkan kepada tiga Undang-Undang yang terlihat dipilih-pilih.

Pertama, Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia, kedua, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, dan ketiga, Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Halaman   1 2 Tampilkan Semua
Editor: Yudho Winarto

Terbaru