UPAH MINIMUM - JAKARTA. Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan merevisi besaran kenaikan upah minimum provinsi (UMP) DKI Jakarta tahun 2022 dari 0,85% menjadi 5,1% atau naik Rp 225.667 dari UMP 2021. Dengan revisi ini maka nilai UMP 2022 DKI menjadi Rp 4.641.854.
Sekjen Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI) Timboel Siregar menilai keputusan Gubernur DKI Jakarta tersebut sudah tepat.
Selain itu keputusan tersebut juga menjadi langkah Pemerintah Daerah DKI untuk menjaga wilayah DKI tetap kondusif dalam menghadapi penyebaran varian omicron yang saat ini sudah memasuki DKI Jakarta.
"Keputusan Gubernur DKI Jakarta merevisi UMP 2022 adalah sudah tepat dan ini menjadi titik kompromi," kata Timboel dalam keterangan resminya, Minggu (19/12).
Baca Juga: DKI Jakarta Revisi UMP, Pengusaha Tunggu Klarifikasi dari Kemenaker
Keputusan merevisi UMP tepat berdasarkan alasan Yuridis. Di mana dalam ketentuan Pasal 88C ayat (1) UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dengan sangat jelas dinyatakan Gubernur wajib menetapkan UMP.
"Ini artinya seluruh Gubernur termasuk Gubernur DKI memiliki kewenangan penuh untuk menetapkan UMP DKI. Dengan kewenangan ini maka Gubernur DKI dapat merevisi keputusan penetapan UMP 2022 di DKI yang sebelumnya hanya naik 0,85%," jelasnya.
Kemudian mengacu pada regulasi operasional yaitu PP No. 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan, khususnya Pasal 26 ayat (2), Timboel menjelaskan sudah sangat jelas diamanatkan penyesuaian upah nilai minimum ditetapkan pada rentang nilai tertentu di antara batas atas dan batas bawah upah minimum pada wilayah yang bersangkutan.
Timboel menjelaskan, dengan hitungan nilai rata-rata konsumsi per kapita di DKI Rp 2.336.429, rata-rata jumlah anggota keluarga di DKI sebanyak 3,43 orang dan rata-rata jumlah anggota keluarga yang bekerja di DKI sebanyak 1,44 orang.
Maka mengacu pada Pasal 26 ayat (3) PP No. 36 tersebut didapat nilai Batas Atas (BA) UMP sebesar Rp 5.565.244 dan Batas Bawah (BB) UMP sebesar Rp 2.782.622.
"Dengan nilai BA dan BB ini maka Gubernur DKI memiliki kewenangan untuk menetapkan penyesuaian nilai UMP 2022 pada rentang nilai Rp 5.565.244 dan Rp 2.782.622," imbuhnya.
Baca Juga: DKI Revisi UMP 2022, KSPI Dorong Wilayah Lain Tiru Jakarta
Maka penetapan kenaikan UMP DKI Jakarta sebesar 5,1% masih dalam rentang BA dan BB yang diamanatkan PP No. 36 tersebut. "Ini artinya, tidak ada yang salah dengan revisi tersebut, dan Gubernur DKI sudah menetapkan nilai UMP 2022 sesuai dengan UU Cipta Kerja dan PP No. 36 Tahun 2021," kata Timboel.
Berikutnya Timboel menambahkan, mengacu pada Pasal 88 ayat (3) UU Cipta Kerja, diamanatkan Gubernur menetapkan Upah Minimum berdasarkan kondisi ekonomi dan ketenagakerjaan.
Dengan demikian, penetapan kenaikan UMP 2022 sebesar 5,1%, maka upah riil pekerja terjaga karena kenaikan UMP 2022 lebih besar dari nilai inflasi DKI sebesar 1,14%.
"Bila sebelumnya naik hanya 0,85% dan di bawah nilai inflasi maka upah riil pekerja menjadi menurun," jelasnya.
Dengan demikian daya beli pekerja akan meningkat, sehingga daya beli yang meningkat maka pekerja dan keluarganya akan lebih mampu mengonsumsi barang dan jasa sehingga pergerakan barang dan jasa akan lebih cepat lagi. Konsumsi pekerja akan sangat mendukung konsumsi agregat.
Struktur pertumbuhan ekonomi di Indonesia sendiri masih dikontribusi secara mayoritas oleh Konsumsi Agregat, sehingga kenaikan daya beli pekerja akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi DKI Jakarta.
Baca Juga: Anies Baswedan Revisi dan Naikkan UMP DKI 2022 Sebesar 5,1% Jadi Rp 4.641.854
Dengan daya beli yang meningkat maka pergerakan barang dan jasa akan semakin cepat. Hingga pada akhirnya akan mendorong pengusaha memproduksi barang dan jasa lebih tinggi dan peningkatan produksi barang dan jasa akan membutuhkan tambahan pekerja. Artinya pembukaan lapangan kerja di DKI Jakarta.
Kemudian dampak positifnya, kalangan pengusaha dinilai akan mendapat tambahan profit dan negara akan mendapatkan peningkatan pajak.
"Saya berharap seluruh Gubernur dapat meninjau ulang penetapan UMP dan UM Kabupaten/Kota dengan fokus pada kewenangan yang dimiliki Gubernur di Pasal 88C ayat (1) UU Cipta Kerja, dan fokus juga pada Pasal 26 ayat (2) PP No. 36 tahun 2021," ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News