Jawa Barat

Aptrindo: Larangan Truk ODOL di Jabar 2026 Dapat Timbulkan Ketidakpastian Logistik

Selasa, 04 November 2025 | 12:04 WIB
Aptrindo: Larangan Truk ODOL di Jabar 2026 Dapat Timbulkan Ketidakpastian Logistik

ILUSTRASI. Sebelumnya Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi (KDM) mengeluarkan kebjakan soal larangan operasional truk ODOL mulai 2 Januari 2026


Reporter: Leni Wandira  | Editor: Anna Suci Perwitasari

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pelaku logistik menilai kebijakan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi (KDM) soal larangan operasional truk Over Dimension Over Loading (ODOL) mulai 2 Januari 2026 berpotensi menimbulkan ketidakpastian di industri. Pasalnya, aturan tersebut dinilai tidak sejalan dengan kesepakatan pemerintah pusat dan DPR yang menargetkan penerapan zero ODOL secara nasional pada 2027.

Wakil Sekretaris Jenderal DPP Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo), Agus Pratiknyo, mengatakan langkah Gubernur Jabar memang memiliki tujuan baik dalam menjaga kualitas infrastruktur. Namun, kebijakan yang tidak tersinkronisasi menurutnya menciptakan kebingungan bagi dunia usaha.

“Penyelesaian masalah ODOL ini kan masih digodok, dan kita juga sudah dimintai masukan terkait masalah ODOL ini. Tapi, kok tiba-tiba KDM membuat kebijakan sendiri lagi. Ini kan membingungkan kita dari pelaku usaha,” ujarnya dalam keterangan resmi, Selasa (4/11/2025).

Baca Juga: Gapki Sumut dan BPDP Dorong Percepatan Peremajaan Sawit Rakyat di IPOS Forum 2025

Agus menegaskan kebijakan tersebut berpotensi mengganggu kelancaran distribusi barang lintas provinsi dari Jawa menuju Jabodetabek dan Sumatera serta sebaliknya. Padahal, pelaku usaha selama ini mengacu pada target zero ODOL nasional pada 2027.

“Nah, para pelaku usaha itu kan taunya zero ODOL ini baru mulai dijalankan pada 2027. Tapi tiba-tiba ada kebijakan KDM yang akan melarang truk ODOL ini pada Januari 2026. Ini kan jelas-jelas akan merugikan kita para pelaku usaha,” katanya.

Di sisi lain, pemerintah pusat melalui kementerian terkait masih membahas skema transisi untuk mengantisipasi kenaikan biaya logistik, termasuk potensi peningkatan tarif angkut barang akibat penyesuaian dimensi kendaraan dan penambahan armada. Kenaikan biaya logistik dikhawatirkan berdampak ke harga bahan pokok dan material konstruksi.

Agus pun menyarankan pemda berperan mendukung implementasi zero ODOL, salah satunya melalui program peremajaan kendaraan agar pelaku usaha — termasuk pemilik truk perorangan yang banyak mengangkut pangan — tidak terbebani mendadak.

“Harusnya hal-hal inilah yang harus dipikirkan KDM, yaitu pembatasan usia kendaraan dan beri subsidi untuk peremajaan truknya. Jadi, ada tahapan-tahapan awal dulu. Jangan tiba-tiba melarang truk ODOL masuk ke daerahnya,” ucapnya.

Ia juga mempertanyakan kesiapan pengawasan di lapangan jika aturan provinsi tetap dijalankan pada awal 2026.

Baca Juga: Pertamina Pastikan Insiden Mobil Tangki BBM di Cianjur Ditangani dengan Tuntas

“Apakah sudah siap pengawasannya di lapangan nanti? Intropeksi dululah, koordinasi dengan pemerintah pusat bagaimana cara pengawasannya. Jadi, jangan membuat statement-statement atau membuat edaran-edaran yang akhirnya berpengaruh terhadap gejolak di masyarakat,” pungkasnya.

Sebelumnya, pemerintah pusat, DPR, dan Aliansi Pengemudi Independen (API) sepakat memulai zero ODOL pada 2027, dan telah membentuk tim untuk merumuskan implementasi teknis kebijakan tersebut.

Selanjutnya: Nojorono Apresiasi Karya Jurnalis dalam Program Tinta Inspirasi 2025

Menarik Dibaca: Kumpulan Promo Shihlin Khusus Member Tribinapoint, 2 Snacks Favorit Cuma Rp 22.000

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Terbaru