Banjir melanda Jakarta, ini saran dari Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI)

Kamis, 09 Januari 2020 | 18:35 WIB   Reporter: Arfyana Citra Rahayu
Banjir melanda Jakarta, ini saran dari Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI)

ILUSTRASI. Warga menungsi di Halte Transjakarta Jembatan Baru, Daan Mogot, Jakarta Barat, Jumat (3/1/2020). Warga terpaksa mengungsi ke halte tersebut akibat pemukimannya terdampak banjir. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN


BANJIR - JAKARTA. Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) merespon kejadian banjir yang melanda wilayah Jabodetabek pada awal tahun ini. IAGI menilai perlu adanya integrasi data sebagai alat kontrol kebijakan pembangunan DKI Jakarta dan kota-kota besar Indonesia.

Ketua Umum Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) Sukmandaru Prihatmoko menjelaskan perlunya integrasi data, termasuk data geologi dari permukaan sampai bawah permukaan.

"Data-data tersebut yang saat ini dikelola dan dimiliki oleh pemerintah, swasta maupun perorangan perlu diintegrasikan dalam model geologi dengan inkubasi data dan konektivitas 4.0," jelasnya kepada Kontan.co.id, Kamis (9/1).

Baca Juga: BMKG: Aktivitas monsun Asia signifikan, waspada angin kencang dan banjir bandang

Lebih lanjut, seorang yang kerap disapa Daru ini menjelaskan peta-peta untuk perencanaan infrastruktur bawah tanah masih dalam bentuk peta dua dimensi. Sedangkan saat ini sudah saatnya menggunakan model geologi tiga dimensi untuk mengantisipasi risiko-risiko kestabilan tanah dan air tanah.

Daru menjelaskan, perencanaan kota Jakarta dengan daya dukung geologi bawah permukaan yang berada di lapisan batuan berumur Kuarter, telah dikaji dengan konsep enam lantai infrastruktur terpadu bawah tanah.

Adapun pembagian jenis infrastruktur/utilitas berdasarkan jenis tanah atau batuan di DKI Jakarta pada Level 1 untuk lahan parkir ramah lingkungan, stasiun perhentian bus dan jalur pejalan kaki, fasilitas umum, taman, pusat perbelanjaan.

Kemudian, pada level 2 ada terowongan Service (listrik, air bersih, gas, telekomunikasi), level 3 saluran air limbah, level 4 kereta bawah tanah (subway, MRT, LRT). Selanjutnya, level 5 jalan penghubung antar Kawasan, dan terakhir level 6 untuk tampungan air.

Selanjutnya dari sisi hidrogeologi, Daru bilang perhatian akan pentingnya pengelolaan sumber air sebagai penopang kehidupan harus ditingkatkan. Seperti diketahui mayoritas penduduk dunia hidup di area “urban” yang rentan terpapar oleh perubahan iklim dan dinamika pengelolaan air perkotaan.

Adapun dampak akibat pengelolaan air tanah yang serampangan di kota-kota besar akan berakibat pada lingkungan termasuk lingkungan bawah permukaan.

Baca Juga: BMKG: Hari ini hujan lebat disertai petir bisa turun di Jabodetabek

Dampak tersebut di antaranya terkait dengan kualitas (pencemaran) air tanah, penurunan muka tanah karena penurapan air yang berlebih, banjir, dan ketidakseimbangan antara kebutuhan dan suplai air.

IAGI menyarankan berbagai data dan informasi kegeologian tersebut harus diintegrasikan dengan baik. Adaptasi revolusi teknologi 4.0, riset dasar dan terapan urban geologi hingga saat ini, dan aplikasinya untuk kota-kota besar termasuk Jakarta sudah sangat mungkin dilakukan.

Daru mengungkapkan saat ini riset-riset urban geologi telah berkembang semakin luas mencakup pemodelan geohazards, geosphere, biosphere, ekologi, geokimia, hidrogeologi, sampai perencanaan kota. "Sudah saatnya Jabodetabek melakukannya," tutupnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Halaman   1 2 Tampilkan Semua
Editor: Yudho Winarto

Terbaru