Begini pandangan pengamat transportasi terkait penerapan PSBB transisi di DKI Jakarta

Selasa, 09 Juni 2020 | 20:04 WIB   Reporter: Venny Suryanto
Begini pandangan pengamat transportasi terkait penerapan PSBB transisi di DKI Jakarta

ILUSTRASI. Penumpang kereta rel listrik (KRL) commuter line menunggu kereta di Stasiun Tanah Abang, Jakarta, Selasa (9/6/2020). Kepadatan penumpang terjadi di beberapa stasiun KRL pada penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) transisi fase I, terutama saat


VIRUS CORONA - JAKARTA. Pemerintah Daerah Provinsi DKI Jakarta telah mengeluarkan Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 51 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar pada Masa Transisi Menuju Masyarakat Sehat, Aman, dan Produktif, telah mengatur kebijakan ganjil genap di beberapa ruas jalan akan diterapkan kembali. 

Kebijakan ganjil genap menjadi salah satu cara untuk menekan penggunaan kendaraan pribadi secara berlebihan di jalan raya. Tujuannya agar ada peralihan penggunaan kendaraan pribadi ke transportasi umum.

Baca Juga: Akumindo: Permodalan sangat diperlukan UMKM untuk bangkit dari pandemi Covid-19

Rencananya, penerapan kebijakan ganjil genap dengan pengecualian (ojek daring tidak termasuk), tentunya tidak akan bermakna lagi sebagai program pembatasan mobilitas kendaraan pribadi di jalan raya. Pasalnya, populasi sepeda motor sekitar 75 persen dari kendaraan bermotor yang ada. Ojek daring tidak termasuk dalam pola transportasi makro (PTM) Kota Jakarta.

Menurut  Djoko Setijowarno, Pengamat Transportasi mengatakan, kebijakan ganjil genap juga tidak bisa dipertahankan begitu lama. Sebab, sekarang ini masyarakat cenderung menambah kendaraan pribadi dan memiliki plat kendaraan ganda (nomor ganjil dan genap). Ia juga menyarankan untuk segera beralih dengan program jalan berbayar elektronik atau electronic road pricing (ERP).

Hingga sekarang upaya untuk menambah kapasitas transportasi umum terus dilakukan, baik kapasitas prasarana dan sarana. Peningkatan peningkatan prasarana, berupa memperluas kapasitas ruang halte bus Trans Jakarta, membangun kembali stasiun KRL dengan lebih luas, seperti Stasiun Manggarai, Stasiun Palmerah, Stasiun Serpong, Stasiun Kebayoran, Stasiun Cikarang, Stasiun Bekasi Timur, Stasiun Klender, Stasiun Cakung.

Juga dilakukan peningkatan kapasitas sarana dengan menambah jumlah kereta (12 kereta) setiap rangkaian untuk memperpendek waktu perjalanan antar antar kereta atau bus (headway). Apalagi, Indonesia masih berada di tengah pandemi Covid-19, dimana aktivitas harus mengikuti aturan protokol kesehatan. Prinsip protokol kesehatan adalah jaga jarak, cuci tangan dengan sabun dan memakai masker. 

Baca Juga: Hadapi perubahan konsumsi masyarakat, begini strategi APLI dan Boga Group

“Dengan prinsip jaga jarak, maka kapasitas transportasi umum pasti berkurang. Di masa pandemi covid 19, kapasitas transportasi umum diijinkan maksimal 50 persen,” Katanya dalam keterangan resmi, Selasa (9/6). 

Menurutnya, salah satu untuk mengatasi masa transisi ini  juga dengan cara menambah kapasitas sarana dan prasarana transportasi. Namun tidak semua jaringan transportasi umum dapat ditingkat kapasitasnya. 

Misalnya saja KRL Jabodetabek lintas Bogor-Jakarta sudah tidak dapat lagi tingkatkan lagi kapasitasnya. Alangkah lebih baik menambah jumlah kereta dalam satu rangkaian maupun memperpendek waktu perjalanan antar kereta (headway). Lintas Bogor-Jakarta mengangkut 60 persen lebih penumpang KRL Jabodetabek.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Handoyo .
Terbaru