Fakta dan kronologi lengkap tentang kerusuhan Manokwari Papua

Selasa, 20 Agustus 2019 | 07:13 WIB   Reporter: Barratut Taqiyyah Rafie
Fakta dan kronologi lengkap tentang kerusuhan Manokwari Papua

ILUSTRASI. KONDISI KOTA MANOKWARI PASCAKERUSUHAN


PAPUA - JAKARTA. Aksi kerusuhan meletus di wilayah Manokwari, Papua Barat, Senin (19/8). Akibat aksi tersebut, pembakaran terjadi di sejumlah tempat. Beberapa bangunan, rumah warga, hingga Gedung DPRD Papua Barat dibakar warga. Sejumlah ruas jalan juga diblokade, yakni Jalan Yos Sudarso, Jalan Trikora Wosi, dan Jalan Manunggal Amban, Distrik Manokwari Barat, Kabupaten Manokwari.

Kerusuhan ini ini berawal dari aksi demonstrasi di sana. Demonstrasi digelar sebagai buntut perlakuan ormas dan aparat keamanan yang dianggap menghina mahasiswa Papua di Malang, Surabaya, dan Semarang.

Baca Juga: Jokowi minta masyarakat Papua memaafkan pihak yang buat tersinggung

Wakil Gubernur Papua Barat Mohamad Lakotani mengatakan, situasi Senin siang sempat memanas tak terkendali. "Setelah komunikasi dengan pendemo, situasinya bisa dikendalikan. Saat ini sedang cooling down, situasi semakin kondusif. Mohon doa dan dukungannya," kata Lakotani.

Pendemo tuntut permintaan maaf Lakotani menyampaikan, para pendemo menuntut ada permintaan maaf dari sejumlah oknum di Jawa Timur yang membuat mereka tersinggung karena perlakuan oknum itu terhadap mahasiswa Papua.

Para pendemo menganggap, apa yang terjadi di Surabaya dan Malang tidak bisa mereka terima. "Jadi memang pemicunya adalah adanya statement dari sejumlah oknum di Surabaya dan Malang," kata Lakotani.

Baca Juga: Manokwari rusuh, Khofifah telepon gubernur Papua untuk minta maaf

Lakotani sudah menyampaikan tuntutan para pendemo tersebut kepada Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa. Khofifah pun sudah menyampaikan permintaan maafnya kepada Gubernur dan masyarakat Papua Barat.

"Pada prinsipnya Ibu Gubernur setuju, yang penting bagaimana situasinya bisa dikendalikan," ucap Lakotani.

Bermula dari kabar provokatif

Demonstrasi yang berujung kerusuhan ini berawal dari penangkapan 43 mahasiswa Papua di Surabaya. Sebelum adanya penangkapan, terjadi bentrok antara mahasiswa Papua dan organisasi masyarakat di Asrama Mahasiswa Papua di Jalan Kalasan, Surabaya, Jawa Timur, Sabtu (17/8).

Pemicunya yakni informasi yang beredar soal adanya mahasiswa Papua yang merusak dan membuang bendera merah-putih ke selokan. Muhammad, salah satu perwakilan massa mengatakan, di grup-grup WhatsApp beredar foto oknum mahasiswa Papua diduga mematahkan tiang bendera merah putih.

"Di satu grup (WhatsApp) bendera merah putih dipatah-patahkan dan dibuang di selokan. Saya lihat (foto) itu di grup Aliansi Pecinta NKRI," kata Muhammad.

Baca Juga: Polisi memburu pelaku penyebar konten rasis penyebab rusuh di Manokwari

Sementara itu, Juru Bicara Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) Surabaya Dorlince Iyowau memastikan, penghuni Asmara Mahasiswa Papua di Jalan Kalasan, Surabaya, Jawa Timur, tidak merusak bendera merah putih yang dipasang di depan asrama.

"Sebenarnya kalau pengerusakan bendera itu tidak. Karena tadi pagi sampai tadi siang, (bendera merah putih) itu masih terpasang," kata Dorlince dihubungi melalui telepon, Jumat (16/8).

Kesalahpahaman itu, tutur Dorlince, berawal pada siang harinya. Beberapa mahasiswa Papua, termasuk dirinya, keluar asrama untuk membeli makanan. Namun, saat kembali ke asrama, tiang beserta bendera Indonesia sudah tidak ada di asrama tersebut.

Baca Juga: Manokwari rusuh! Massa bakar gedung DPRD Papua Barat

"Setelah kembali, memang benderanya tidak ada. Tapi opini yang digiring di luar sana itu, kami (dituduh) merusak bendera dan sejenisnya. Sementara kami sendiri tidak tahu," ujar dia.

Penghuni asrama dibawa polisi Puluhan mahasiswa di asrama tersebut kemudian dibawa polisi ke Mapolrestabes Surabaya setelah polisi menembakkan gas air mata dan menjebol pintu pagar Asrama Mahasiswa Papua, Sabtu sore. Puluhan mahasiswa Papua tersebut diangkut dengan truk oleh aparat kepolisian dari asrama mereka di Jalan Kalasan, Surabaya, Jawa Timur.

Wakapolrestabes Surabaya AKBP Leonardus Simarmata mengatakan, mahasiswa Papua tersebut dibawa untuk kepentingan pemeriksaan. Polisi akan mendalami perusakan dan pembuangan Bendera Merah Putih ke dalam selokan yang diduga dilakukan oknum mahasiswa Papua.

“Saat ini (mereka), kami ambil keterangan di Polrestabes Surabaya, seluruhnya ada 43 (mahasiswa Papua yang ditangkap)," kata Leo.

Terkait berbagai protes di Papua, Polda Jawa Timur memastikan tidak ada tindakan penangkapan terhadap mahasiswa asal Papua di Surabaya dan Malang. Para mahasiswa asal Papua tersebut hanya mendapatkan pengamanan dari polisi dalam kondisi tertentu.

"Di Surabaya, kami justru mengamankan mahasiswa Papua karena jika tidak, akan diserang oleh massa ormas yang kondisinya sudah terprovokasi," ujar Kepala Bidang Humas Polda Jatim Kombes Frans Barung Mangera.

Dipicu media sosial

Kapolri Jenderal Tito Karnavian mengatakan, ada pihak yang sengaja menginginkan terjadi kerusuhan di Papua. Mereka menyebar hoaks foto mahasiswa yang tewas disebabkan kejadian di Jawa Timur.

"Ada yang punya kepentingan tertentu dengan menyebar foto hoaks tentang mahasiswa Papua yang tewas di Jawa Timur," katanya saat mengunjungi korban serangan terduga teroris di RS Bhayangkara Polda Jatim, Senin (19/8).

Aksi kerusuhan di Manokwari, kata Tito, berawal dari peristiwa kecil di Malang dan Surabaya. Ada ungkapan yang dianggap merendahkan masyarakat Papua. "Tapi itu sudah dilokalisir, lalu muncul hoaks yang sengaja disebarkan untuk kepentingan tertentu," ujar dia.

Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen (Pol) Dedi Prasetyo menyatakan hal senada.

Masyarakat Papua Barat tersulut emosinya karena provokasi dari informasi di media sosial yang belum jelas kebenarannya. "Mereka boleh dikatakan cukup terprovokasi dengan konten yang disebarkan oleh akun di medsos terkait peristiwa di Surabaya," ujar Dedi.

Konten yang dibangun di media sosial dan tersebar di antara warga Papua, lanjut Dedi, dapat membangun opini bahwa peristiwa penangkapan mahasiswa Papua adalah bentuk diskriminasi. Padahal, menurut Dedi, penangkapan mahasiswa Papua di Surabaya itu sudah selesai secara hukum.

"Peristiwa Surabaya sendiri sudah cukup kondusif dan berhasil diredam dengan baik, tetapi karena hal tersebut disebarkan oleh akun yang tidak bertanggung jawab, membakar atau mengagitasi mereka dan dianggap narasi tersebut adalah diskriminasi," ujar Dedi.

Redam kerusuhan

Polri bersama TNI terus bernegosiasi dengan demonstran. Mulanya, negosiasi berjalan alot. Ada sejumlah demonstran yang tidak terima. Mereka kemudian melempari pangdam dan kapolda dengan batu dan kayu. Pangdam dan kapolda kemudian dievakuasi oleh aparat kepolisian.

Untuk menghalau aksi penyerangan ini, aparat kepolisian menembakkan gas air mata ke massa. Komunikasi terus dilakukan agar tidak melakukan tindakan anarkistis. Polri juga menggandeng tokoh masyarakat Papua di seluruh Indonesia untuk meredam kerusuhan itu.

Hal ini dilakukan untuk mencegah warga Papua yang ada di penjuru Indonesia turun ke jalan. "Kami melibatkan seluruh tokoh masyarakat. Kemudian tokoh adat (Papua) setempat untuk bersama-sama memberikan edukasi, lalu memberikan pencerahan kepada masyarakat (Papua di daerahnya masing-masing) tentang situasi yang sebenarnya (di Manokwari)," ujar Dedi.

Kepolisian pun berharap warga Papua yang ada di penjuru Indonesia dapat menahan diri serta tidak terprovokasi, khususnya oleh pesan berantai di media sosial yang membentuk opini tertentu. Staf Khusus Presiden untuk Papua, Lenis Kogoya, meminta masyarakat di Papua, terutama yang sedang melakukan demonstrasi untuk tidak menyampaikan aspirasi disertai aksi perusakan.

Ia telah berkoordinasi dengan seluruh kepala suku untuk membantu meredam kerusuhan yang terjadi. "Kepada masyarakat Papua, saya minta tolong jangan rusak fasilitas negara," kata Lenis Kogoya. "Kalau merusak, itu berarti rumah sendiri rusak," ucap dia.

Selain berkoordinasi dengan kepala suku, Lenis meminta tokoh-tokoh gereja di Papua untuk membantu meredakan suasana yang memanas. Menurut Lenis, masyarakat Papua cenderung lebih mendengarkan kepala suku dan tokoh agama yang memberikan instruksi. Ia pun berharap aksi kerusuhan dan perusakan tidak terulang.

"Saya juga arahkan tokoh adat, tokoh gereja di sana. Mudah-mudahan tidak terjadi masalah seperti ini lagi," kata Lenis.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Kerusuhan Manokwari dan Duduk Persoalannya..."

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Halaman   1 2 3 4 Tampilkan Semua
Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
Terbaru