Ini strategi Pemprov DKI Jakarta wujudkan Jakarta bebas dari pungli

Senin, 04 Oktober 2021 | 17:18 WIB   Reporter: Siti Masitoh
Ini strategi Pemprov DKI Jakarta wujudkan Jakarta bebas dari pungli

ILUSTRASI. Pemprov DKI Jakarta berupaya mewujudkan Jakarta bebas dari pungli.


DKI JAKARTA - JAKARTA. Pungutan yang dilakukan tanpa dasar hukum yang legal atau lebih dikenal dengan sebutan pungutan liar (pungli) kerap meresahkan masyarakat. Tidak hanya membebani masyarakat secara ekonomi, pungli juga merusak tatanan nilai pelayanan yang sejatinya berlandaskan pengabdian dan ketulusan.

Negara telah menetapkan pungli sebagai salah satu tindakan korupsi dan merupakan kejahatan luar biasa (extra ordinary crime) serta penerapan sanksi hukum terhadap tindakan tersebut juga telah diatur dalam Undang- Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Provinsi DKI Jakarta, Benni Aguscandra mengatakan, pihaknya mendukung penuh pemberantasan pungli di Jakarta.

Kata dia, DPMPTSP Provinsi DKI Jakarta terus melakukan perbaikan kualitas layanan di segala bidang. "Termasuk dalam pembangunan zona integritas sebagai role model penyelenggaraan pelayanan publik yang berintegritas dan pelayanan berkualitas sebagaimana arahan Gubernur DKI Jakarta, Anies Rasyid Baswedan dalam mewujudkan Jakarta bebas dari pungli,” ujarnya dalam keterangan tertulis yang diterima Kontan.co.id, Senin (4/8).

Baca Juga: Pelaku usaha menilai Sergub DKI No 8 Tahun 2021 memberikan ketidakpastian usaha

Menurutnya, membangun zona integritas adalah hal mutlak yang harus terus dilakukan oleh jajaran DPMPTSP Provinsi DKI Jakarta dengan tujuan utama memacu seluruh unsur pegawai agar melakukan upaya perbaikan borokrasi dan mencegah praktik korupsi dan pungli guna mewujudkan Jakarta bebas dari pungli.

Benni bilang, pihaknya menerapkan tiga prinsip utama dalam praktik baik pencegahan pungli pada perizinan atau nonperizinan, yakni pertama, predictable, seluruh izin harus ada kepastian waktu penerbitannya. Sehingga jika ditargetkan selesai dalam waktu 14 hari kerja, maka harus selesai sesuai dengan waktu yang ditetapkan.

Kedua, yaitu digitalisasi layanan melalui aplikasi perizinan yang bertujuan untuk mengurangi tatap muka pada seluruh tahapan pemrosesan perizinan. Dengan pemrosesan digital, maka seluruh tahapan prosedur penerbitan perizinan/nonperizinan dapat dilihat secara transparan oleh pemohon.

Prinsip ketiga, yaitu tidak membebani. "Jika selama ini masyarakat memandang izin sebagai suatu pembatas, maka dewasa ini kami ingin masyarakat memandang izin sebagai fasilitas dengan berbagai kemudahan melalui inovasi layanan yang kami berikan kepada masyarakat untuk mendapatkan legalitas dan kepastian hukum,” imbuh Benni. 

 

Selanjutnya: Gelar Gerebek Lumpur, Anies Baswedan: Upaya tingkatkan daya tampung air di kali

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Khomarul Hidayat

Terbaru