LINGKUNGAN HIDUP - JAKARTA. Ketua Kelompok Embun Sementeh, Maspian menyebut dalam program penanaman mangrove Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM) dan Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung (BPDASHL) Sei Jang Duriangkang, kelompoknya mendapat kuota area tanam seluas 55 hektare.
Sejak Maret 2021, mereka sudah mulai menanami area tersebut dan ditargetkan selesai pada November atau Desember 2021. “Progresnya sekarang sudah sekitar 65%," ujar dia dalam keterangannya, Jumat (20/8).
Maspian mengatakan ada dua lokasi penanaman. Satu lokasi tanam berjarak 3 kilometer dari pelabuhan. Di lokasi ini, Kelompok Embuh Sementeh mendapat lokasi penanaman seluas 10 hektare. “Kalau yang lokasi kedua, 45 hektare, jauh. (Jaraknya) 10 sampai 15 kilometer,” kata dia.
Selain kondisi cuaca, tantangan yang kerap dihadapi yaitu sampah di laut. Maspian menyebut, potongan kayu dan sampah yang terbawa arus kerap menumbangkan ribuan mangrove muda yang mereka tanam. Kondisi semacam ini sudah terjadi empat kali. Dia dan tim harus membenahi kerusakan akibat kayu dan sampah tersebut. “Mau nggak mau kita harus sulam kembali,” ucap dia.
Baca Juga: 6 Tanaman Air yang Cocok untuk Aquascape Pemula
Sulam merupakan istilah yang digunakan warga ketika menanam kembali bibit mangrove. Untuk mencegah kondisi serupa terulang, Maspian dan kelompoknya kemudian membuat pagar kayu sepanjang 1,5 kilometer. Pagar itu memiliki kerapatan 15 sentimeter.
Untuk membuat pagar ini, dia dan kelompoknya bergerak kolektif dan swadaya. Sebab, dana untuk pembuatan pagar belum turun. Sementara, kebutuhan pagar mendesak mengingat mendekati musim penghujan, umumnya ombak bergerak tinggi. Dia memastikan, kayu yang digunakan untuk membuat pagar diambil di luar kawasan hutan lindung. “Kita fokuskan dulu sehingga tanamannya aman. ” kata dia.
Dia juga berpesan agar sistem pencairan dana dan administrasi untuk wilayah kepulauan terluar Indonesia ini mendapat prioritas. “Kami kerja sudah maksimal,” ucap dia.
Di luar kendala administrasi, kegigihan Maspian dan tim masih terjaga. Menjelang musim penghujan seperti ini, Maspian dan tim kerap memanfaatkan waktu. Ketika ada peluang tanam mereka akan segera bergerak. Patokannya yaitu aplikasi Fishing Points. “Tapi kita tak bisa lama kerja karena pasang lagi tinggi. Kita juga akan tetap berhati-hati karena ada banyak buaya,” ucap dia.
Maspian menyebut, Kelompok Embun Sementeh memang baru berdiri pada 2021 ini. Tetapi, sebelum terbentuk, beberapa orang anggota pernah mengerjakan program penanaman mangrove pada tahun sebelumnya. Program semacam inilah yang membawa angin perubahan bagi warga.
Baca Juga: Tingkatkan eksplorasi hulu migas, Pertamina Hulu Energi gandeng Pelita Air Service
Maspian mengatakan, sebelum banyak informasi mengenai mangrove, warga di Desa Sedanau kerap menebang mangrove. Tapi, setelah tahun 2000-an kesadaran warga mengenai ekosistem mangrove mulai tumbuh. Warga juga menyadari kondisi abrasi yang bergerak fluktuatif dan tak menentu. “Kadang terjadi abrasi,” ucap dia.
Selain pengetahuan baru, upaya rehabilitasi mangrove ini juga membawa penghidupan bagi warga. Pada masa pandemi Covid-19, warga bisa mendapat penghasilan harian dari penanaman mangrove. “Kegiatan ini sangat membantu ekonomi kami,” kata dia.
Maspian mengatakan sebanyak 20 orang mengikuti kegiatan penanaman mangrove jenis Rhyzhopora mucronata dan Rhyzhopora stylosa. Warga yang menanam akan diupah berdasarkan sistem Hari Orang Kerja (HOK). “Kita terima upah harian,” kata dia.
Lokasi penanaman jauh dari limbah dan asap industri, tutur Maspian optimis, penanaman mangrove ini akan meningkatkan penghasilan bagi nelayan. Juga, mangrove yang ditanam akan cepat tumbuh sehingga dapat mengembalikan populasi kepiting, udang, dan ikan yang kerap dimanfaatkan warga.
Maspian berharap dukungan pemerintah, dalam hal ini Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM) dapat berlangsung tiap tahunnya. Alasannya, selain menjawab persoalan lapangan kerja masyarakat, kegiatan semacam ini juga menjadi “investasi” bagi anak cucunya di barat daya Pulau Natuna. Sehingga kelak kemudian hari, “ekosistem mangrove bisa dimanfaatkan sebagai lokasi ekowisata yang menambah pemasukan warga”, ujar Maspian.
Menanggapi hal ini, Ayu Dewi Utari, Sektretaris BRGM, membenarkan upaya rehabilitasi mangrove ini merupakan investasi jangka panjang. "4-5 Tahun atau lebih, rehabilitasi mangrove dapat menjadi sumber pendapatan baru bagi masyarakat, apabila dikelola menjadi ekowisata" ujar Ayu.
Selanjutnya: Pengembangan PLTS Atap rugikan PLN, ini kata AESI
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News