Ditegaskan Guntur, karena PLTSa/PSEL adalah bagian Proyek Strategis Nasional (PSN), Pemerintah Pusat perlu konsisten dalam menegakkan peraturan dan menjamin, mendorong, dan memastikan pemda agar tidak ragu dan tidak takut melaksanakan proyek PSEL.
Karena kelihatannya banyak pemda masih ragu dan khawatir untuk melaksanakan program ini, terutama karena kontraknya panjang, 20 – 25 tahun.
Sehingga pemda ketika mau tanda tangan berpikirnya menjadi sangat panjang. Padahal jika mandek, masyarakat jelas akan dirugikan.
Sebagaimana diketahui, bahwa pelaksanaan PLTSa/PSEL melibatkan dana investasi badan usaha dalam penyelenggaraannya, sehingga pendanaannya bukan bersumber dari dana APBN atau APBD.
Meskipun demikian, Pemda membayar biaya layanan untuk setiap ton sampah yang diolah dalam aset tersebut.
Harapannya, biaya layanan pengolahan sampah ini ke depannya dapat ditutup dengan penarikan retribusi sampah dari masyarakat oleh Pemda.
Keterlibatan dana investasi dan retribusi inilah yang membedakan pelaksanaan program PLTSa/PSEL dari program pelaksanaan proyek-proyek lainnya yang sudah jauh lebih dikenal dan dipahami banyak elemen pemerintah daerah.
Baca Juga: Kemdagri menyoroti pembangunan pembangkit listrik tenaga sampah yang belum berjalan
“Banyak hal yg menyebabkan pembangunan PSEL tidak berjalan mulus bahkan dapat dikatakan mandek. Setiap daerah punya kendala dan masalah masing-masing," ucap Guntur, kepada wartawan.
"Namun demikian secara umum permasalahan tersebut terjadi sejak tahap persiapan, penyusunan pra feasibility study, penyiapan dokumen lelang dan penyusunan kontrak, proses lelang, negosiasi kontrak, penandatanganan kontrak dan implementasi kontrak. Pada setiap tahapan tersebut mempunyai masalah sendiri-sendiri,” tambahnya.