ROKOK - JAKARTA. Para pedagang tradisional di Bogor yang mengajukan gugatan terhadap Peraturan Daerah (Perda) Kawasan Tanpa Rokok (KTR) Kota Bogor Nomor 10 Tahun 2018 kini tengah harap-harap cemas menanti putusan dari Mahkamah Agung (MA).
Perda KTR Bogor ini dinilai merugikan para pedagang tradisional karena salah satu pasalnya memuat pelarangan pemajangan rokok di tingkat ritel.
Pengamat kebijakan publik Universitas Trisakti Trubus Rahadiansyah mengatakan bahwa perda merupakan kebijakan publik yang seharusnya mempertimbangkan kepentingan publik.
Baca Juga: Pelaku industri dorong Perda kawasan tanpa rokok Bogor dievaluasi
“Kebijakan KTR seharusnya mempertimbangkan keadilan, transparansi, dan partisipasi publik di dalamnya,” ujarnya dalam penjelasannya akhir pekan lalu.
Menurut Trubus, keberatan dan gugatan dari masyarakat menunjukkan bahwa Perda KTR Bogor belum memenuhi aspek partisipasi publik. Dia bilang, pelarangan pemajangan itu memberatkan. Apalagi kini display-nya bahkan dilarang sampai ke ritel-ritel dan harus ditutup pakai gorden.
Sebelumnya, beberapa pihak juga mengkritisi Perda KTR Bogor dari sisi hukum karena dinilai bertentangan dengan aturan yang lebih tinggi.
Dalam kajiannya, Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi daerah (KPPOD) menemukan bahwa Perda KTR Bogor bertentangan secara substansif dengan Peraturan Pemerintah 109 tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan.
Trubus mendorong agar masyarakat lebih aktif lagi dalam mengawal gugatan Perda KTR Bogor karena hal ini adalah persoalan publik.
Selain persoalan sosial, Perda KTR Bogor juga menimbulkan problem secara ekonomi, yakni ketidakpastian usaha. Robert Endi Jaweng, Direktur Eksekutif KPPOD mengatakan, ketidakpastian usaha merupakan musuh terbesar yang menimbulkan risiko dalam hal kalkulasi biaya dan kegiatan usaha.
Baca Juga: Perda kawasan tanpa rokok (KTR) Bogor digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK)
“Konteks Perda KTR Bogor ini paradigmanya antirokok, padahal harusnya diuji karena undang-undang sudah menetapkan rokok merupakan barang legal,” katanya.
Menurutnya, pejabat publik seharusnya merujuk pada peraturan yang lebih tinggi dan perundang-undangan sebelum menetapkan sebuah kebijakan publik.
Bagi Endi Jaweng, gugatan yang diajukan para pedagang tradisional merupakan langkah terhormat. “Judicial review merupakan satu-satunya jalan yang bisa ditempuh masyarakat untuk menguji keadilan dan kepastian hukum,” pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News