AGRIBISNIS - JAKARTA. Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Asosiasi Petani Kelapa Sawit Perkebunan Inti Rakyat (Aspekpir) Indonesia bekerjasama dengan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) melakukan road show pertemuan teknis percepatan dan peremajaan PSR ke Dewan Pimpinan Daerah Aspekpir di enam provinsi.
Pertemuan ini juga merupakan salah satu bentuk partisipasi Aspekpir untuk menyukseskan program peremajaan sawit rakyat (PSR). Pada pertemuan di Jambi dihadiri DPP Aspekpir diwakili oleh Bendahara Sutoyo dan Ketua Harian Juwita Yandi. Aspekpir menilai PSR adalah pintu masuk untuk dilakukannya kembali kemitraan antara pekebun dengan perusahaan yang selama ini sudah menurun.
Dengan demikian, kemitraan pekebun dan perusahaan sawit dapat meningkatkan kesejahteraan petani sawit.
Saat ini, rekomendasi teknis (Rekomtek) yang sudah dikeluarkan 200.025 hektare (ha) yang sebagian besar merupakan eks petani plasma/petani plasma yang masih aktif yang merupakan anggota Aspekpir. Masih ada 300.000 lagi potensi petani PIR yang belum digarap. Aspekpir akan ikut menggarap ini sehingga target realisasi PSR bisa tercapai.
Baca Juga: Sah! Sri Mulyani tetapkan batas pengenaan tarif progresif CPO jadi US$ 750 per ton
Ketua Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Jambi, Tidar Bagaskara, menyatakan, anggota Gapki Jambi banyak pelaku sejarah kemitraan dengan menjadi pemitra pada program PIR tahun 1987-1995.
Menurutnya, sekarang pada generasi kedua masuk peremajaan banyak hal yang sudah berubah, pemilik kebun, regulasi sehingga kemitraan masa lalu tidak bisa diterapkan begitu saja tetapi harus diselaraskan. Masih banyak yang perlu dibahas pada kemitraan fase dua ini.
Berbeda dengan generasi pertama yang dari nol, titik awal peremajaan ini berbeda, karena sudah punya pengalaman berkebun sawit sebelumnya. "Saya lihat pendampingan untuk proses administrasi sudah berjalan tetapi jangan lupa membangun kebun itu tidak sederhana. Ada kaidah agronomi yang harus dipenuhi. Pendampingan sampai kebun jadi dan menghasilkan ini yang belum ada," kata Tidar.
Kepala Dinas Perkebunan Jambi, Agurizal menyatakan di Jambi banyak kemitraan yang sudah putus. Melalui PSR, Aspekpir diharapkan bisa menjembatani kembali kemitraan ini. "Pemprov Jambi sendiri sudah punya perda yang akan ditindaklanjuti dengan pergub yang akan memaksa perusahaan untuk bermitra dengan pekebun sekitarnya.
Baca Juga: Mahkota Group (MGRO) optimistis raih pendapatan Rp 6 triliun pada 2021
Ia melanjutkan, akan ada sistim zonasi sehingga PKS sesuai kapasitasnya dimitrakan dengan petani sekitarnya. Dengan cara ini tidak ada lagi TBS yang dijual ke PKS yang butuh dua hari baru sampai untuk mengejar selisih harga Rp 100 per kilogram (kg).
"Kemitraan lewat pergub ini tetap harus saling menguntungkan. Harus ada surat perjanjian kerjasama yang disepakati keduabelah pihak dan harus sama-sama ditaati. Pemprov Jambi akan membentuk tim pengawas," katanya.
Ia menargetkan PSR di Jambi tahun ini 18.000 ha sedang usulan yang sudah masuk baru 6.000 ha. Wilayah eks PIR di Jambi ada 90.000 ha yang tersebar di tujuh kabupaten. Apekpir Jambi diminta mendorong petani PIR yang sudah melakukan waktunya peremajaan untuk ikut.
Baca Juga: Upaya Aspekpir memperkuat kemitraan petani dengan pabrik kelapa sawit
Direktur Tanaman Tahunan dan Penyegar Direktorat Perkebunan, Kementan, Heru Tri Widarto menyatakan tahun ini PSR agak tersendat dibanding tahun lalu karena ada berbagai macam permasalahan terkait temuan BPK.
Ketua Aspekpir Indoensia, Roy Asnawi, menyatakan selama ini dengan biaya sendiri pengurus Apekpir Jambi sudah bergerak melakukan sosialisasi kepada masyarakat. Contohnya yang dilakukan Suswiyanto pengurus Aspekpir Jambi bersama dengan Ali Murthada dari Aspekpir Muaro Jambi.
Selanjutnya: GIMNI minta kepastian revisi pungutan ekspor sawit
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News