PUPR : Pembangunan tanggul pantai utara 42 km mendesak antisipasi Jakarta tenggelam

Kamis, 16 September 2021 | 22:46 WIB   Reporter: Ratih Waseso, Syamsul Ashar
PUPR : Pembangunan tanggul pantai utara 42 km mendesak antisipasi Jakarta tenggelam

ILUSTRASI. Sejumlah anak bermain air di dekat Giant Sea Wall atau National Capital Integrated Coastal Development (NCICD) di kawasan Muara Baru, Jakarta Utara, (3/1/2018). Tribunnews/Jeprima


TANGGUL RAKSASA - JAKARTA. Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) menyebut pembangunan tanggul laut di pantai utara Jakarta sepanjang 42 kilometer sangat mendesak.

Pembangunan tanggul laut di pantai utara Jakarta sepanjang 42 kilometer ini sebagai antisipasi untuk mengunrangi banjir akibat naiknya permukaan air laut atau rob di kawasan pantai utara Jakarta. 

Pemerintah pusat bergerak cepat untuk memitigasi ancaman penurunan air tanah di wilayah provinsi DKI Jakarta dengan mempercepat pembangunan tanggul di pantai utara Jakarta.

Baca Juga: Jakarta rawan tenggelam, PUPR sebut pembangunan tanggul pantai utara 42 km mendesak

Kementerian Pekerjaan Umum dan Pemukiman Rakyat (PUPR) memperkirakan dari kebutuhan pembangunan tanggul laut di Pantai Utara Jakarta sepanjang 120 kilometer, yang sangat mendesak adalah pembangunan tanggul pantai utara Jakarta sepanjang 42 km.

Hal ini terungkap dalam kunjungan Menteri PUPR Basuki Hadimuljono bersama  Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan saat mendampingi Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan meninjau pembangunan tanggul pantai Utara Jakarta di Muara Baru, Jakarta Kamis (16/9). 

Baca Juga: Jakarta Mengantisipasi Potensi Penurunan Permukaan Tanah

Pembangunan tanggul pantai utara Jakarta ini bertujuan memperbaiki lingkungan (environmental remediation) di Jakarta yang mengalami penurunan tanah 5-10 cm per tahun.

Dalam pernyataan tertulis Kementerian PUPR Kamis (16/9) yang diunggah di akun instagram Kementerian PUPR menyebutkan berdasarkan kajian bersama Pemprov DKI Jakarta, bahwa dari total 120 km rencana tanggul pantai utara Jakarta, sepanjang 46,2 km adalah tanggul kritis yang dibutuhkan untuk segera dibangun.

Sedangkan untuk pembangunan tanggul pantai utara Jakarta, Kementerian PUPR telah membangun tanggul pantai dan tanggul sungai tahap awal sepanjang 4,83 kilometer. 

Baca Juga: BRIN ingatkan pesisir utara Pulau Jawa darurat tenggelam

Tahun 2014, pembangunan tanggul pantai dilakukan di Pluit dan dilanjutkan tahun 2016-2018 di Kecamatan Penjaringan dan di Kecamatan Cilincing.

Hingga saat ini pembangunan tanggul pantai utara Jakarta yang menjadi tanggung jawab Kementerian PUPR sudah selesai 4,83 km, dan proyek yang sedang berlangsung 3,77 km. 

Sedangkan bagian pembangunan tanggul pantai utara Jakarta Pemprov DKI yang sudah terbangun sepanjang 6,064 km dan yang sedang dibangun 0,296 km. 

SELANJUTNYA>>>

Sementara pembangunan tanggul pantai utara Jakarta untuk jatah swasta telah selesai 2,1 km.

Upaya lain yang dilakukan oleh pemerintah pusat menangani penurunan tanah di pantai utara Jakarta yakni dengan mengurangi pemakaian air tanah dilakukan dengan pembangunan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) Regional Karian-Serpong. 

Dengan selesainya SPAM Karian Serpong nanti diharapkan dapat menambah pasokan air bersih bagi warga Jakarta yang selama ini pasokan air bersih hanya berasal dari Waduk Jatiluhur, sehingga penggunaan air tanah masih dibutuhkan penduduk di wilayah Jakarta.

Berdasarkan laporan Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) atau Panel Antar Pemerintah tentang Perubahan Iklim tahun 2021, kawasan Asia Tenggara akan mengalami dampak yang cukup parah.

Baca Juga: Cuaca besok di Jabodetabek hujan ringan-sedang, jaga-jaga bawa payung

Hal tersebut menandakan tenggelamnya pesisir utara Pulau Jawa termasuk pantai Utara Jakarta bukan lagi sebuah prediksi, namun sudah menjadi ancaman.

Kerentanan kawasan Asia Tenggara terhadap kenaikan permukaan air laut ditemukan lebih cepat terjadi dibandingkan daerah lain. Hal ini semakin diperburuk oleh pergeseran tektonik dan efek surutnya air tanah.

Edvin Aldrian, Pakar Iklim dan Meteorologi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengatakan, hilangnya wilayah pesisir dan kemunduran garis pantai di Asia Tenggara telah diamati dari tahun 1984-2015. 

Proyeksi menunjukkan bahwa permukaan laut regional rata-rata terus meningkat.

Baca Juga: UPDATE Corona di Jakarta Kamis (16/9), positif 176, sembuh 331, meninggal 9

"Ini membuat kejadian banjir lebih sering di daerah pantai. Ditambah lagi Tingkat Total Ekstrim Air (Extreme Total Water Level/ETWL) lebih tinggi di daerah dataran rendah dan erosi pantai mulai terjadi di sepanjang pantai berpasir,” ungkap Edvin dalam Webinar yang diselenggarakan BRIN, Kamis (16/9).

Edvin menegaskan bahwa kenaikan air laut tak lepas dari fenomena mencairnya es di kutub bumi dan pemuaian air laut karena pemanasan global. Hal inilah yang mengakibatkan penambahan volume air laut, serta meningkatnya intensitas dan frekuensi banjir yang menggenangi wilayah daratan.

“Dapat disimpulkan bahwa perubahan iklim yang disebabkan aktivitas manusia menyebabkan dingkat banjir yang lebih tinggi termasuk yang terjadi pada pesisir utara Pulau Jawa,”
imbuhnya.

SELANJUTNYA>>>

Peneliti Ahli Utama BRIN, Eddy Hermawan mengungkapkan fenomena turunnya permukaan tanah di pesisir utara Pulau Jawa lebih mengkhawatirkan dibandingkan dengan selatan Jawa yang struktur geologinya cenderung berbukit.

“Cirebon, Pekalongan, Semarang, dan Surabaya adalah kota-kota pesisir utara Jawa yang paling rawan terhadap penurunan tanah ekstrim hingga tahun 2050," kata Dia.

Dimana kondisi morfologi daerah pesisir yang relatif datar membuat hampir seluruh aktivitas pembangunan infrastruktur jalan dan perekonomian dipusatkan di utara Jawa. Hal tersebut membuat beban tanah karena bangunan dan penyedotan atas penggunaan air tanah menjadi lebih intensif dibandingkan dengan wilayah lain.

"Untuk itu, upaya mitigasi dengan kebijakan penggunaan air tanah, penanaman mangrove, dan pencegahan perusakan lingkungan harus segera dilakukan,” ujar Eddy.

Baca Juga: Peneliti ITB: Bukan Jakarta yang berpotensi tenggelam pertama, tapi wilayah lain

Peneliti Ahli Utama Bidang Teknologi Penginderaan Jauh BRIN, Rokhis Khomarudin menuturkan, dampak perubahan iklim terhadap pesisir utara Pulau Jawa semakin tinggi dengan dipicu oleh penurunan permukaan tanah di wilayah tersebut.

Manusia disebut menjadi faktor penyebab yang signifikan. Dimana konsumsi air tanah yang masif dan tidak terkendali menyebabkan turunnya permukaan tanah.

"Walaupun saat ini dampaknya belum terlalu terasa, namun risiko turunnya permukaan tanah jelas membawa kerugian besar, baik dari sisi sosial maupun ekonomi bagi negara kepulauan seperti Indonesia,” jelasnya.

Rokhis memaparkan, berdasarkan hasil pemantauan citra satelit terbukti terjadi penurunan muka tanah di DKI Jakarta antara 0,1 cm hingga 8 cm per tahun, Cirebon antara 0,3 cm hingga 4 cm per tahun, Pekalongan antara 2,1cm hingga 11 cm per tahun, Semarang antara 0,9 hingga 6 cm per tahun, dan Surabaya antara 0,3 hingga 4,3 cm per tahun.

Baca Juga: Proses persiapan pembangunan ibukota negara yang baru terus berlanjut

Dari data satelit terlihat bahwa pesisir utara Jawa, terutama Pekalongan, mengalami penurunan muka tanah yang paling tajam. Kondisi geologi daerah pesisir yang merupakan tanah lunak ditunjang dengan peningkatan pembangunan pemukiman dan penggunaan air tanah menyebabkan penurunan muka tanah semakin tinggi.

Oleh karena diperlukan adanya monitoring terhadap penurunan tanah dan laju perubahan garis pantai akibat perubahan ketinggian air laut.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Halaman   1 2 3 Tampilkan Semua
Editor: Syamsul Azhar

Terbaru