Rupiah terkikis, perajin tempe Lebak meringis

Rabu, 26 Agustus 2015 | 11:35 WIB Sumber: Antara
Rupiah terkikis, perajin tempe Lebak meringis


LEBAK. Sejumlah perajin tempe di Kabupaten Lebak, Provinsi Banten, terancam gulung tikar sehubungan kenaikan kedelai impor di tingkat pengecer menembus Rp 8.200 per kilogram, padahal sebelumnya Rp 7.000 per hg.

"Kenaikan harga kedelai itu akibat dampak pelemahan rupiah sampai Rp 14.000 per dollar AS," kata Adhari, seorang perajin tempe warga Desa Rangkasbitung Timur, Kabupaten Lebak, Rabu (26/8).

Karena bahan baku semakin mahal, Adhari memangkas pembelian kedelai yang diimpor dari Argentina dan Amerika Serikat tersebut. Biasanya membeli 60 kilogram kedelai, dia kini hanya membeli 32 kilogram. Produksi tempenya sekarang menyusut 60%. 

Dia tidak menggunakan kedelai lokal bukan hanya lantaran kualitasnya kalah jauh dari produk impor, tapi juga lantaran pasokan kedelai lokal terbatas. 

Adhari dan teman-teman perajin tempe di Lebak kian bingung lantaran tidak memiliki lembaga usaha seperti koperasi maupun asosiasi yang bisa melindungi mereka. 

Karena itu dia berharap, pemerintah dapat melindungi para perajin tempe dengan memasok kedelai dengan harga murah dan terjangkau.

"Kami sangat terpukul dengan kenaikan kedelai karena keuntungan relatif kecil akibat biaya produksi cukup tinggi," katanya. Selain itu juga harga satuan tempe di pasaran tidak mengalami kenaikan.

Ia mengatakan, apabila harga kedelai tidak segera dikendalikan pemerintah dipastikan ratusan perajin tempe dan tahu di Kabupaten Lebak terancam bangkrut dan menimbulkan pengangguran. 

"Kami minta harga kedelai kembali normal dengan kisaran Rp 7.200 agar usaha berkembang," ujarnya.

Begitu pula, Soleh, seorang perajin tempe warga Kecamatan Malingping Kabupaten Lebak yang mengaku modalnya kian menipis dengan kenaikan harga kedelai.

"Kami kalau dulu terbantu dari koperasi untuk kebutuhan kedelai, namun saat ini dipasok dari pengecer," katanya.

Ia mengaku, sejak harga kedelai naik, terpaksa mensiasati dengan mengurangi ukuran dari biasanya. Sebab, apabila harga satuan tempe dinaikkan dipastikan konsumen menolak.

"Karena itu, kami memperkecil ukurannya namun harga tetap sama sebesar Rp 1.000," katanya.

Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disprindag) Kabupaten Lebak, Wawan Ruswandi mengatakan, saat ini jumlah perajin tempe di daerah ini tercatat 245 perajin. Produksi perajin tempe itu dipasok di wilayah Kabupaten Lebak.

Dia mengakui, perajin tempe terpukul dengan harga kedelai impor yang menembus Rp 8.000 - Rp 8.500 per kilogram. 

"Kami akan melaksanakan intervensi melalui subsidi maupun operasi pasar. Sebab kenaikkan kedelai impor akibat melemahnya nilai mata uang rupiah terhadap dollar AS," katanya. (Mansyur)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Sanny Cicilia

Terbaru