Sidang Bos Hotel Kuta Paradiso, Saksi ahli: Pengalihan saham ranah perdata

Rabu, 08 Januari 2020 | 19:09 WIB   Reporter: Yudho Winarto
Sidang Bos Hotel Kuta Paradiso, Saksi ahli: Pengalihan saham ranah perdata

ILUSTRASI. Hotel Kuta Paradiso Bali


HUKUM - JAKARTA. Muzakir, pakar hukum pidana dari Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta menegaskan, pengalihan saham suatu perseroan adalah ranah perdata, sehingga kalau ada pihak yang merasa dirugikan dengan peristiwa tersebut mestinya melakukan gugatan perdata.

“Pengalihan saham suatu perseroan terbatas adalah perkara perdata, tidak bisa dipidanakan,” ujar Muzakir dalam keterangannya ketika menjadi saksi ahli dalam sidang lanjutan dugaan pemberian keterangan palsu dalam akta otentik gadai saham dan penggelapan dengan terdakwa Harijanto Karjadi, pemilik dan Direktur PT Geria Wijaya Prestige (Hotel Kuta Pradiso) di Pengadilan Negeri Denpasar, Rabu (8/1).

Turut menjadi saksi ahli, mantan hakim agung Profesor M. Yahya Harahap.  Setelah mendengarkan keterangan saksi ahli, sidang dilanjutkan dengan pemeriksaan terdakwa.

Baca Juga: Tomy Winata di Pusaran Kuta Paradiso

Ketua majelis hakim H. Sobandi sempat mengingatkan tim penasihat hukum dan jaksa penuntut umum untuk tidak membahas masalah tindak pidana pencucian uang (TPPU), karena dakwaan saja tidak memuat soal TPPU.

Perkara tersebut merupakan tindaklanjut dari laporan yang dibuat Desrizal selaku kuasa hukum pengusaha Tomy Winata pada 27 Februari 2018.

Dalam dakwaan jaksa penuntut umum, Tomy Winata mengaku menderita kerugian lebih dari US$ 20 juta sehubungan dengan dugaan pidana pemberian keterangan palsu dan penggelapan tersebut.

Muzakir menjelaskan kalau dalam akta otentik pengalihan saham yang berstatus digadaikan sebagai jaminan utang itu ada pihak yang merasa dirugikan, maka yang bersangkutan harus menempuh jalur perdata.

“Sementara kalau ada kesalahan dalam akta otentik, bisa direnvoi atau diperbaiki karena bersifat administratif,” katanya.

Baca Juga: Piutang PT GWP telah dijual melalui PPAK VI

Muzakir juga menggarisbawahi bahwa pihak ketiga yang menerima pengalihan piutang tidak bisa mengklaim suatu kerugian terkait kepemilikan piutangnya tersebut atas suatu peristiwa yang terjadi sebelum dia membeli atau menerima pengalihan piutang tersebut.

Editor: Yudho Winarto
Terbaru