Sigmaphi: Pj Gubernur DKI Tak Perlu Khawatir Tipping Fee Proyek Pengelolaan Sampah

Minggu, 27 Agustus 2023 | 21:57 WIB   Reporter: Maria Gelvina Maysha
Sigmaphi: Pj Gubernur DKI Tak Perlu Khawatir Tipping Fee Proyek Pengelolaan Sampah

ILUSTRASI. Petugas membuang sampah di TPS Muara Baru, Jakarta,


SAMPAH - JAKARTA. Rencana pembangunan proyek pengelolaan sampah dengan teknologi insenerator atau Intermediate Treatment Facility (ITF) di Jakarta masih mandek.

Di antaranya disebabkan Pj Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono keberatan dengan biaya layanan pengolahan sampah (tipping fee) kepada konsorsium swasta yang dianggap terlalu besar sehingga Pemda DKI ingin membangun sendiri proyek ITF.

Peneliti sustainability lembaga riset kebijakan dan analisa data Sigmaphi Indonesia Gusti Raganata menilai, alasan Heru tersebut tidak tepat, mengingat ketentuan tipping fee telah diatur jelas dalam Peraturan Presiden Nomor 35 tahun 2018 tentang Percepatan Pembangunan Instalasi Pengolah Sampah Menjadi Energi Listrik Berbasis Teknologi Ramah Lingkungan.

Di dalam Perpres tersebut, tipping fee tidak hanya disediakan oleh pemerintah daerah, namun juga dibantu penyediaan dananya dari pemerintah pusat melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Baca Juga: Lirik Peluang EBT, OASA Bidik Bisnis Pengolahan Sampah Menjadi Energi Listrik

Sementara, di dalam pasal 15 ayat 2 dan 3, alokasi anggaran untuk bantuan biaya layanan pengolahan sampah dari pemerintah pusat juga ditetapkan maksimal Rp 500.000 per ton sampah sesuai kebijakan yang diusulkan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan kepada Menteri Keuangan.

“Dengan dalih yang disampaikan Pj Gubernur Heru, terutama mengenai tipping fee itu, sebetulnya sudah jelas bahwa tipping fee dialokasikan oleh Kementerian LHK bersama Kementerian Keuangan, dengan mekanisme yang diatur dalam Perpres 35 tahun 2018,” tutur Gusti dalam keterangan tertulis, Sabtu (26/8).

Gusti juga menilai tidak tepat Pemprov DKI membangun sendiri proyek ITF karena akan terjadi konflik kepentingan. Sebab, sebagai regulator, Pemprov DKI akan menilai sendiri kelayakan proyeknya, mengeluarkan sendiri semua perizinan untuk dikerjakan sendiri.

Seharusnya Pemprov DKI bersinergi dengan pemerintah pusat untuk mempercepat proyek ITF yang pelaksananya telah diseleksi dan ditunjuk, mengingat isu polusi yang semakin parah di ibu kota sehingga pemerintah harus segera mematikan PLTU yang ada di DKI Jakarta dan sekitarnya, sekaligus melakukan transisi ke ITF sebagai penyedia energi listrik alternatifnya, kata Gusti.

Baca Juga: Pengamat: Kebutuhan teknologi jadi faktor harga listrik PLTSa mahal

Gusti mengingatkan, percepatan pembangunan proyek ITF merupakan perintah Presiden Joko Widodo sejak 2018, yang tertuang di dalam Perpres kepada 12 pemerintah daerah, di antaranya DKI Jakarta.

Selain itu, kata Gusti, ada manfaat penghematan yang bakal didapat apabila Pemda DKI segera memprcepat pembangunan ITF.

“Penghematan anggaran dari proyek ITF ini juga besar, karena pemda DKI tidak lagi membayar kompensasi setiap tahun kepada pemda Bekasi, juga tidak perlu lagi mengeluarkan biaya untuk fasilitas pendukung seperti biaya angkutan truk dan lain-lain,” kata dia.

Sebelumnya, Pj Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono menyatakan, alasan proyek ITF di Jakarta tidak kunjung berjalan. Ia bilang Pemprov DKI tidak punya uang sebagai tipping fee dalam melakukan kerja sama Bussines to Bussines.

Baca Juga: Surabaya jadi kota pertama yang operasikan pembangkit listrik tenaga sampah

Padahal Pemprov DKI Jakarta telah menetapkan konsorsium swasta yang akan melaksanakannya.

“Saya tidak anti dengan ITF, silakan B to B (bisnis ke bisnis) dengan catatan tidak ada tipping fee. Pemda DKI enggak punya uang buat tipping fee. Ya sudah, kalau memang harus ITF (biar) Pemda DKI yang bikin,” kata Heru.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto
Terbaru