JAKARTA. Saat ini, ada sejumlah kawasan di Jakarta yang sudah menerapkan sistem parkir berbayar dengan menggunakan mesin meteran parkir. Kawasan tersebut di antaranya Jalan Sabang, Jakarta Pusat; Jalan Boulevard, Kelapa Gading, Jakarta Utara; dan Jalan Falatehan, Jakarta Selatan.
Meski demikian, tingkat penggunaan mesin meteran parkir yang ada di tempat-tempat tersebut masih rendah. Warga masih senang membayar parkir secara tunai yang dibayarkan langsung ke petugas. Padahal, petugas meteran parkir dilarang menerima uang tunai. Sebab fungsi mereka adalah sebagai pengawas.
Atas dasar itu, unit pengelola teknis (UPT) Perparkiran DKI Jakarta sedang menggodok peraturan yang memungkinkan pengenaan denda bagi warga yang tidak menggunakan mesin meteran parkir. Besaran dendanya sendiri bisa mencapai 20 kali lipat dari tarif normal.
"Jadi petugas nanti akan men-scan nomor polisi kendaraan warga, akan ketahuan ini mobil sudah bayar atau belum dan waktunya sudah lewat apa belum. Kalau ketauan kendaraan itu udah lewat waktunya, rodanya nanti digembok, setelah itu begitu mereka mau pulang nanti dilayar mesin itu ada denda, saya mau bikin 20 kali tarif parkir," kata Kepala UPT Perparkiran Sunardi Sinaga di Balai Kota, Senin (25/5).
Sunardi yakin, kebijakan tersebut akan dapat memaksimalkan penggunaan mesin meteran parkir. Tujuannya untuk meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD) dari sektor parkir. Selain itu, ia yakin penerapan peraturan tersebut akan dapat mencegah para petugas parkir menerima pungutan liar dari warga. Sunardi bahkan mengancam petugas yang masih menerima pungli akan langsung dipecat.
"Jadi ini supaya menghindari permainan antara juru parkir dengan pengunjung karena juru parkir kan sudah dapat gaji bulanan. Sudah digaji bulanan tapi masih mau cari tambahan lagi. Nah untuk mengakali itu kita menggunakan sistem tadi. Kalau sampai ada protes pemilik mobil sudah ngasih uang segala macam, kita pecat itu jukirnya. Tapi dendanya tetap dibayar," kata dia. (Alsadad Rudi)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News