LINGKUNGAN HIDUP - BENGKULU. Koalisi Penyelamat Bentang Seblat Bengkulu mendorong Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya untuk mencabut izin operasi pertambangan batubara PT Inmas Abadi yang beroperasi antara kawasan Hutan Produksi dan Taman Wisata Alam (TWA) Seblat.
Kawasan ini membentang di Kabupaten Bengkulu Utara dan Mukomuko dengan luasan 750 hektare. Bentang alam Seblat di perbatasan Kabupaten Bengkulu Utara dan Kabupaten Mukomuko merupakan “rumah” terakhir habitat gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus) yang tersisa di Provinsi Bengkulu.
Penyusutan kawasan hutan akibat berbagai kepentingan membuat ruang hidup satwa terancam punah ini semakin menyempit yang berujung pada penurunan populasi.
Berdasarkan survei Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Bengkulu-Lampung bersama tim Mitigasi Konflik Manusia-Gajah (MKMG) pada 2004-2009, estimasi populasi kelompok gajah Air Ipuh-Air Teramang berjumlah 47 ekor.
Pada 2010, berdasarkan data WCS-IP memperkirakan populasi kelompok gajah hutan produksi fungsi khusus Pusat Latihan Gajah (PLG) Seblat-HPT Lebong Kandis sekira 60-100 ekor.
Kemudian, pada 2017, berdasarkan data BKSDA Bengkulu-Lampung estimasi populasi kelompok gajah Hutan Produksi (HP) Air Rami-HPT Lebong Kandis pada 2017 sebanyak 37 ekor.
Gangguan terhadap habitat dan ruang hidup yang semakin menyempit terus melanggengkan konflik antara manusia dan gajah yang hingga kini belum tertangani dengan baik.
Kondisi ini makin diperparah dengan pemberian izin usaha pertambangan (IUP) batu bara PT Inmas Abadi dari pihak terkait di bentang Seblat.
Berdasarkan penelusuran tim, IUP PT Inmas Abadi telah berkali-kali terbit di sekitar lokasi HPT Lebong Kandis dan TWA Seblat dimulai pada 1996.
Izin terbaru terbit pada 2017 berdasarkan Keputusan Gubernur Bengkulu nomor I.315. DESDM tahun 2017 tentang IUP operasi produksi di wilayah Kabupaten Bengkulu Utara seluas 4.051 hektar.
Berdasarkan analisis Yayasan Genesis Bengkulu, 735 ha konsesi masuk dalam TWA Sebelat, 1915 ha dalam HPT Lebong Kandis Register 69 dan seluas 540 ha masuk dalam hutan produksi yang dapat dikonversi (HPK).
Untuk mendapatkan wilayah TWA Seblat di mana di dalamnya terdapat Pusat Latihan Gajah (PLG) Seblat, PT Inmas Abadi telah bersurat ke Menteri LHK meminta pelepasan kawasan tersebut untuk pertambangan.
Kelompok masyarakat sipil yang bergabung dalam koalisi Penyelamat Bentang Seblat menilai penerbitan IUP operasi produksi tambang batu bara yang ditandatangani Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur Bengkulu, Rohidin Mersyah pada Oktober 2017 adalah ancaman utama bagi masa depan gajah Sumatera.
Sebab, area konsesi tambang tersebut menjadi salah satu habitat kunci gajah. “Dengan pendekatan regulasi, apapun alasannya pemberian IUP bagi PT Inmas Abadi adalah suatu kesalahan, karena tidak mempunyai basis argumentasi yang kuat.
Tidak sebanding antara pendapatan yang dihasilkan oleh pertambangan batubara yang hanya akan menguntungkan segelintir orang dengan beban ekologis yang akan diterima rakyat, termasuk hilangnya ruang hidup kawanan gajah,” kata Ketua Kanopi Bengkulu, Ali Akbar, Jumat (5/19).
Menurut Ali, ancaman krisis air bersih juga akan menghantui masyarakat sekitar kawasan jika pertambangan diizinkan beroperasi.
Di antaranya, Kecamatan Putri Hijau dan Marga Sakti Seblat yang selama ini menggantungkan akses air dari Sungai Seblat.
Hingga kini warga masih memanfaatkan air bersih dari Sungai Seblat seperti penduduk Desa Suka Baru, Desa Suka Maju, Desa Suka Merindu, Desa Suka Medan, Desa Suka Negara, Desa Karya Jaya, Desa Talang Arah, dan Desa Pasar Seblat.
Direktur Walhi Bengkulu, Beni Ardiansyah menilai rencana tambang batu bara milik PT Inmas Abadi di TWA Seblat yang menghendaki pelepasan kawasan hutan TWA Seblat sangat bertentangan dengan prinsip jaminan kepastian hukum terhadap status kawasan hutan (the principles of legal certainty over the status of forest areas).
“Suatu kawasan hutan yang telah ditetapkan status hukumnya sebagai kawasan dengan fungsi utamanya konservasi tetap harus dipertahankan karena dengan status hukum yang pasti akan menjadi instrumen utama dalam proses perlindungan dan pelestrian suatu kawasan hutan," kata Beni.
Sedangkan Direktur Genesis Bengkulu, Uli Artha Siagian menilai pelepasan hutan terutama untuk pertambangan akan menghancurkan jasa layanan kawasan itu sebagai penyangga kehidupan.
Pemerintah lebih mengutamakan keberlangsungan pertambangan dari pada keselamatan ekologis termasuk menabrak peraturan yang ada. Hal ini ditandai dengan di keluarkannya izin usaha pertambangan operasi produksi untuk PT Inmas Abadi dengan status “Clean and Clear”, padahal wilayah ini masih berstatus kawasan hutan konservasi.
“Kami juga sudah mengirimkan dua kali surat permintaan data IUP dan dokumen AMDAL PT Inmas kepada ESDM, tetapi hingga kini kami tidak menerima satu balasan pun, ini tanda tanya besar,” kata Uli. (Kontributor Bengkulu, Firmansyah)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Rumah Terakhir Habitat Gajah Sumatera Terancam Tambang Batubara (1
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News