Tak itu saja, potensi kehilangan yang dialami oleh industri pariwisata dan MICE di Bali diprediksi mencapai lebih dari Rp 9 miliar.
Menurut data GIPI, 10 asosiasi pariwisata yang bernaung di bawah Gabungan Pengusaha Wisata Bahari (Gahawisri) Bali, mengalami kerugian lebih dari Rp 3 miliar.
Tjokorda membandingkan kejadian pandemi virus corona dengan kejadian bom Bali pada 2002 dan 2005 lalu cukup besar perbedaannya. Karena, saat itu, walau jumlah kunjungan menurun tetapi tidak sampai mematikan ekonomi terutama pengusaha UKM yang menjadi pendukung pariwisata. Lantaran yang paling terdampak saat itu adalah pengusaha besar.
Baca Juga: Kekayaan orang-orang terkaya Indonesia tergerus wabah corona
“Sektor informal nya masih berjalan. Sekarang berbeda,” ujar Tjokorda.
Ketua GIPI Bali, Ida Bagus Okanentru Agung Partha menambahkan, sebenarnya Bali tetap memiliki modal yang cukup bagus ketika industri pariwisata akan kembali bangkit setelah pandemi ini berakhir.
Pasalnya, jumlah kasus di Bali tidak sebesar di wilayah lain. Selain itu, tingkat kematian juga terhitung rendah dengan tingkat kesembuhan yang cukup tinggi.
“Di Bali terhitung bagus penanganannya. Tingkat kesembuhannya sekitar 30%, di atas rata-rata dunia yang sebesar 26%. Sementara kematian hanya 2%, di bawah rata-rata dunia yang 6%. Itu jadi modal bagus untuk dipromosikan bahwa sistem mitigasi Bali berjalan sangat baik,” jelasnya.