PEKANBARU. Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menyatakan penerapan regulasi gambut untuk hutan tanaman industri melalui Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No.17/2017 tidak bisa dipaksakan karena akan berimplikasi pemutusan tenaga kerja hingga 20.790 orang di Provinsi Riau.
"Potensi pemutusan hubungan kerja atau PHK tidak bisa dihindari," kata Ketua Apindo Provinsi Riau, Wijatmoko Rah Trisno, di Pekanbaru, Kamis (27/4) lalu.
Ia menyebutkan potensi PHK terhadap 20.790 orang itu terdiri atas karyawan langsung sebanyak 3.471 orang dan karyawan tidak langsung mencapai 17.319 orang.
Ia mengatakan PHK akan mulai terjadi secara bertahap hingga lima tahun ke depan karena penggunaan pekerja menurun seiring luas konsesi HTI yang akan berkurang.
Wijatmoko mengungkapkan sekitar 76 % konsesi HTI atau 380.000 hektare (Ha) dari total realisasi tanaman pokok seluas 449.980 Ha telah masuk dalam peta fungsi ekosistem gambut. Dengan begitu, luas HTI yang tersisa hanya 24 % atau seluas 120.829 Ha.
Kemudian, areal untuk tanaman kehidupan yang masuk ke dalam fungsi ekosistem gambut mencapai 73 % atau sekitar 16.000 Ha sehingga hanya 7.000 Ha yang tersisa.
"Total areal tanaman pokok HTI dan tanaman budi daya di Riau mencapai 398.000 hektare, dan lahan gambut itu harus direstorasi dengan biaya ditanggung oleh pengusaha," katanya.
Meski dalam Permen No.17/2017 terbuka peluang bagi pemegang izin konsesi mengajukan lahan usaha pengganti (land swap), namun Wijatmoko menilai hingga kini lokasinya tidak jelas.
"Lokasinya tentu harus di tanah mineral, bukan lagi gambut, tapi di Riau saya ragu itu ada. Kalau lokasinya di luar Riau, itu tidak mudah untuk memindahkannya dan justru berdampak negatif pada daya saing produk," ujarnya.