"Itu kan (APBD bentuknya) perda, dalam mengeksekusinya dicicil sesuai dengan kemampuan keuangan. Kan kami ada prioritas, yang sudah kontrak mesti dibayarin. Jangan semua, kami pilih-pilih mana yang paling prioritas supaya cash flow kami terjaga dengan baik," ujar Saefullah.
Menurut Saefullah, kondisi yang dialami Pemprov DKI saat ini pernah terjadi juga pada tahun-tahun sebelumnya. Namun, dia tidak merinci defisit anggaran tahun-tahun sebelumnya. "(Tahun-tahun sebelumnya) lebih gawat, karena dulu anggaran kami banyak kopong," ujar Saefullah.
Baca Juga: PKS dan Gerindra masih belum sepakat soal wagub DKI Jakarta
Dia menjelaskan, APBD berisi rencana pendapatan dan rencana belanja. Namun, realisasi pendapatan pada akhir tahun anggaran tidak selalu mencapai angka yang direncanakan dalam APBD. Kondisi itu disebut defisit. Karenanya, belanja yang sudah direncanakan harus disesuaikan dengan realisasi pendapatan.
"Walaupun sudah jadi perda, kan itu prediksi pendapatan, bukan uang sudah ada, terus kami rencanakan. Kami ada rencana pendapatan sekian, penggunaannya sekian, jadi memang belum ada uangnya, jadi sambil cari," ucap Saefullah. (Nursita Sari)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "APBD DKI 2019 Diprediksi Defisit Rp 6,39 Triliun"
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News