Cerita pekerja pelinting rokok di tengah pandemi

Rabu, 11 November 2020 | 21:53 WIB Sumber: TribunNews.com
Cerita pekerja pelinting rokok di tengah pandemi

ILUSTRASI. Sejumlah pekerja melakukan pelintingan rokok di Kudus, Jawa Tengah, Kamis (22/10/2020).


INDUSTRI ROKOK - SURABAYA. Pandemi Covid-19 mengubah banyak landskap kehidupan. Di tengah masa sulit ini, para pelinting yang bekerja di Industri Hasil tembakau (IHT) masih menyiratkan harapan. Bekerja dengan riang dan membawa pulang rejeki untuk kelangsungan hidup keluarganya.

Ita Rosiana, 38, masih memiliki celengan ayam yang diletakkan di atas lemari kayu di rumahnya di Mojokerto. Kebiasaan menabung sudah tertanam sejak kecil. Dari lembaran uang rupiah yang dimasukkan dalam celengan, ia ingin terus menabung harapan dalam kehidupannya.

Benar saja, keinginan itu pun bisa terwujud ketika dirinya sudah bisa membeli rumah, sawah dan menyekolahkan kedua anaknya. Tangga kehidupan itu pun dimulai ketika dirinya menamatkan pendidikan di bangku SMA dan langsung bekerja di sektor IHT, tepatnya sebagai pelinting Sigaret Kretek Tangan (SKT).

“Dulu rasanya sulit sekali bisa dapat pekerjaan. Apalagi kalau tak memiliki sawah atau ladang. Dapat uang rasanya sulit sekali. Makanya, saya beruntung bisa bekerja sebagai pelinting SKT,” kataIta Rosiana.

Baca Juga: Gudang Garam (GGRM) masuk bisnis tol lewat anak usaha PT Surya Kertaagung Toll,

Ia seperti menemukan tabir kehidupan yang baru. Kesempatan untuk bisa bekerja dan mendapatkan penghasilan. Ia ingat betul di bulan pertamanya dirinya bekerja, tepatnya di tahun 2001.

Waktu itu, ia tak pernah memegang uang banyak dan di akhir bulan lembaran uang gajinya sebagai pelinting cukup banyak.

“Rasanya seperti mimpi, tapi ini nyata dan saya bisa berpenghasilan. Uang pun saya tabung dan akhirnya bisa dibelikan rumah dan sawah,” ungkapnya.

Suasana kerja yang bersahabat membuat Ita seperti tak merasakan sedang bekerja. Ribuan perempuan yang memiliki semangat sama dan selalu menebar senyum kebahagiaan dalam bekerja. Sisi keakraban dan iklim kerja yang menyenangkan itulah yang membuat dirinya merasa nyaman bekerja di IHT.

Ita pun tak pernah kesepian di tengah ribuan pelinting yang selalu membagi banyak cerita lucu dan unik dalam kehidupan. Mereka sudah menjadi keluarga yang terbangun dalam puluhan tahun.

“Bahkan kami selalu merasa kurang lengkap ketika ada salah satu teman yang sakit dan izin kerja. Mereka sudah menjadi bagian dari keluarga besar dan kami saling memahami antara satu dengan yang lainnya,” jelasnya.

Selama pandemi ini, katanya, ia dan teman-temannya selalu cemas dengan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Apalagi ia melihat banyak teman dan tetangganya yang terkena PHK. Pabrik tempat bekerja tetangga maupun teman-temannya terdampak pandemi.

“Saya nggak tahu harus bagaimana kalau kena PHK. Bagaimana dengan uang sekolah anak-anaknya dan biaya hidup setiap hari,” katanya.

Baca Juga: Cukai hasil tembakau naik, serapan tembakau diramal anjlok 30%

Selama ini, Ita memang menjadi tulang punggung keluarganya. Suaminya, Soni Wahyono hanya menjadi buruh kontrak di Pelaburan Brondong, Lamongan, dengan penghasilan yang tak menentu.

Sepanjang tahun ini, Ita juga sempat was-was ketika mengetahui ada kenaikan harga cukai tinggi. Kenaikan itu pun dirasakan dampaknya oleh Ita. Termasuk laju IHT yang terseok-seok kalau terus tergencet seperti ini.

Ita merasakan betul selama 19 tahun dirinya bekerja sebagai pelinting SKT membawa dampak besar bagi kehidupan keluarganya. Kebiasaannya menabung masih dilakukan sampai sekarang. Setidaknya tiap bulan, ketika gajian selalu ada lembaran rupiah yang ditabung.

Kebiasaan Ita itu pun membawa berkah tersendiri baginya. Setelah celengan ayam dipecah, Ita mampu mengumpulkan jutaan rupiah yang kini diwujudkan dengan membangun usaha air mineral.

Lompatan kehidupan yang dijalani Ita tak lepas dari pekerjaannya di SKT yang menjadi ladang rejeki bagi keluarganya. Dari setiap rupiah yang ditabungnya kini memiliki wujud nyata berupa unit usaha yang akan digelutinya di desa.

Kedua anaknya, Exelent Bintang Pratama, 14, dan Ronald Redi Setiawan, 9, juga bisa bersekolah. Keduanya pun tercukupi semua kebutuhannya setiap hari dari jerih payah yang dilakukan Ita dengan bekerja di IHT.

Kini, di tengah pandemi Covid-19, Ita dan teman-temannya di IHT berharap pemerintah memiliki nurani untuk berpihak pada para pekerja yang menjadi tulang punggung keluarga.

Kerja kerasnya tak akan sia-sia dan dirinya yakin ke depan banyak keluarga yang terbantu dengan semakin berkembangnya IHT.

Baca Juga: Bupati Tegal berharap tarif cukai SKT 2021 tak naik

Ia pun ingin menyampaikan ke pemerintah tentang semangat kerja keras para perempuan di pusaran IHT. Mereka tak hanya menjadi pekerja, tapi juga penopang utama keluarga dan ekonomi masyarakat di desa.

“Semoga saja tahun depan tak ada kenaikan cukai lagi. Teman-teman di IHT takut imbasnya nanti kena PHK. Kami semua yang kerja di SKT berharap pemerintah bijak. Kami ingin terus bisa bekerja dan mencukupi kebutuhan rumah,” imbuhnya. (Yoni Iskandar)

Artikel ini telah tayang di Tribunjatim.com dengan judul Pekerja Keras IHT, Tulang Punggung Keluarga di Masa Pandemi Covid-19,

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Halaman   1 2 Tampilkan Semua
Editor: Yudho Winarto

Terbaru