KEBUDAYAAN - JAKARTA. Ekspedisi Sungai Batanghari bagian pertama telah menyelesaikan penelusuran bagian hulu Daerah Aliran Sungai (DAS) Batanghari mulai dari Dharmasraya hingga Kota Jambi pada 18 hingga 31 Agustus 2022 lalu. Ekspedisi bagian kedua bakalan diluncurkan pada 17 September 2022 mendatang.
Ekspedisi Sungai Batanghari merupakan bagian dari pagelaran akbar budaya Kenduri Swarnabhumi yang dilaksanakan oleh Kementerian Pendidikan, Riset dan Kebudayaan (Kemendikbudristek).
Tim ekspedisi yang terdiri dari para ilmuwan, sejarawan, budayawan, jurnalis, penulis, masyarakat sekitar hingga para pegiat sosial media ini bertujuan untuk memotret, mencatat, dan melihat lebih dekat kearifan budaya dan peradaban sepanjang Sungai Batanghari. Dengan adanya ekspedisi ini, diharapkan denyut kebudayaan sepanjang sungai bersejarah ini tetap semarak dan lestari.
Ekspedisi tahap pertama dimulai dari wilayah hulu Sungai Batanghari di Kabupaten Dharmasraya yang merupakan pusat peradaban kerajaan Melayu Dharmasraya, lantas menuju Kabupaten Tebo untuk melihat berbagai pertunjukan dalam Festival Teluk Kuali, festival perahu khas sungai di Muaro Tembesi, dan jejak sejarah Kesultanan Jambi di Tebo dan Kota Jambi.
Baca Juga: KLHK Sebut Folu Net Sink 2030 Sudah Dilirik Dunia, Ini Buktinya
Tim juga melakukan penelitian terhadap berbagai Objek Cagar Budaya (OCB) dan Warisan Budaya Tak Benda berupa candi, situs bersejarah, karya seni, festival budaya dan lainnya. Ekspedisi ini juga berusaha melihat lebih dekat kondisi riil ekosistem Sungai Batanghari dan segala problematikanya.
Berbeda dengan Ekspedisi tahap pertama, ekspedisi tahap kedua akan menelusuri wilayah-wilayah di hilir Sungai Batanghari. Menurut rencana, Ekspedisi akan melewati empat wilayah, yakni Kabupaten Bungo, Kabupaten Sarolangun, Kabupaten Muaro Jambi, hingga muara sungai di Kabupaten Tanjung Jabung Timur.
Penanggung Jawab ekspedisi Direktur Perfilman, Musik, dan Media Kemendikbudristek Ahmad Mahendra mengungkapkan bahwa penelusuran akan dilakukan sampai Tanjung Jabung Timur kemudian kembali ke Kota Jambi untuk penutupan Kenduri Swarnabhumi.
Penelusuran kawasan hilir kali ini kata Mahendra akan berbeda karena mendekati kawasan hilir, yang erat mempengaruhi terhadap ekosistem akuatik Sungai Batanghari.
"Jargon ekspedisi kita adalah 'cintai budaya kita lestarikan sungai, lestarikan sungai kita cintai budaya', maka isu lingkungan menjadi penting agar Sungai Batanghari terus menjadi sumber kehidupan masyarakat Jambi yang berkelanjutan," papar Mahendra.
Jika kawasan hulu terkenal dengan peninggalan kerajaan Dharmasraya seperti situs Candi Pulau Roco dan Pulau Sawah. Kawasan hilir akan banyak ditemui peninggalan kerajaan Sriwijaya. Terutama di Kabupaten Muaro Jambi. Salah satu Kerajaan Maritim terbesar di Asia Tenggara ini menguasai jalur perdagangan laut di Selat Malaka, Laut Jawa Utara hingga Laut Cina Selatan dan mengandalkan Sungai-sungai di Sumatera sebagai tulang punggung kegiatan ekonomi dan militer.
Letak Pulau Sumatra secara geografis memang sangat strategis karena berada di pertemuan jalur pelayaran dan perniagaan antara timur dan barat yang melintasi Selat Malaka. Potensi geografis ini menjadikan pulau ini menjadi sentra perdagangan yang sangat penting.
Kapal-kapal kayu besar mampu memuat ton-ton barang dagangan dengan bantuan angin musim dalam pelayarannya, telah mampu menyusuri garis pantai atau perairan Nusantara selama berbulan-bulan.
Pelayaran yang menyusuri bagian barat atau timur Sumatra menjadi jalur bagi kapal-kapal itu untuk menuju berbagai daerah di Nusantara. Kota-kota yang berada dalam lintasan atau berlabuh bagi kapal-kapal itu kemudian berkembang dan dihuni berbagai etnis atau suku. Malaka, Aceh, Jambi, Palembang, dan kota-kota pelabuhan di pantai barat Sumatra contohnya, menjadi kota-kota yang dihuni oleh beragam etnis.
Suku Bugis termasuk salah satu yang tinggal di berbagai kota pelabuhan, termasuk Jambi di sekitar pantai timur Sumatra.
Baca Juga: Pemutihan Pajak DKI Jakarta 2022, Selain Kendaraan, Denda Pajak Daerah Juga Dihapus
Dalam historiografi Minangkabau, pantai timur Sumatra terutama pantai timur bagian tengah dikenal sebagai daerah rantau mereka atau disebut sebagai rantau hilir. Dalam pandangan orang Minangkabau, dikenal dua rantau, yakni rantau hilir dan rantau pesisir.
Rantau hilir meliputi daerah yang terletak di sepanjang sungai-sungai besar yang bermuara ke Selat Malaka di pesisir timur seperti Sungai Kampar, Batanghari, Rokan, Siak, dan Indragiri. Sebagian besar wilayah Jambi dan Riau sejak dulu menjadi daerah rantau orang Minangkabau.
Sementara rantau pesisir yakni kawasan rantau di pantai barat Sumatra, mulai dari Muko-muko di selatan, Inderapura, Ulakan, Pariaman, Tiku sampai ke Barus dan Aceh Barat.
Istilah hulu-hilir dalam masyarakat maritim seperti Sumatra, selain menjadi konsep ruang atau geografis, juga menandai suatu kebudayaan dalam masyarakatnya. Masyarakat yang berada di hilir misalnya, karena banyak berinteraksi dengan dunia luar dinilai memiliki pandangan atau budaya yang lebih terbuka daripada masyarakat hulu.
Posisi strategis bagian tengah Sumatra seperti Jambi misalnya, menempatkan kota ini sebagai salah satu wilayah yang penting dalam arus pelayaran dan perniagaan Sumatra.
Dalam masa persiapan ekspedisi bagian kedua, kegiatan Kenduri Swarnabhumi terus berlanjut. Mulai tanggal 4 hingga 14 September mendatang, Kemdikbudristek bekerja sama dengan UPTD Taman Budaya Provinsi Jambi menggelar Festival Telusur Tanah Berjejak 2022.
Kegiatan akan berlangsung selama dua pekan di Gedung Praserium, Teater, serta halaman kantor UPTD Taman Budaya Jambi. Salah satunya adalah pameran karya seni.
Festival Telusur Tanah Berjejak 2022 menampilkan 40 lukisan, 65 karya pelaku seni rupa, 12 karya seni miniatur kehidupan di sepanjang Sungai Batanghari hasil kreasi 12 pelaku seni. Sebanyak 50 pegiat seni budaya juga berkontribusi dalam workshop seni rupa, khususnya di DAS Batanghari. Tak ketinggalan, pentas seni tradisi dan etnis yang dibawakan oleh sejumlah komunitas lokal di Jambi.
Kegiatan ini bertujuan untuk mendorong para pelaku seni meningkatkan kompetensinya, dalam upaya melindungi, mengembangkan, maupun memanfaatkan objek budaya yang telah ada di sepanjang DAS Batanghari.
Direktur Pembinaan Tenaga dan Lembaga Kebudayaan (PTLK) Kemendikbud Judi Wahyudin mengatakan, festival ini merupakan salah satu upaya memperkuat kebanggaan masyarakat Melayu akuatik. “Sehingga, dapat meningkatkan nasionalisme untuk mengembangkan dan memanfaatkan warisan budaya dan cagar budaya nasional,” jelasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News